Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan perkara Nomor 14/PUU-XXIII/2025. Perkaranya adalah terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Sidang diadakan pada Senin, 21 April 2025. Agenda persidangan yang berlangsung di Ruang Sidang MK kali ini adalah perbaikan permohonan terkait uji UU Kewarganegaraan.
Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Dalam kesempatan tersebut, Haji Mohammad Subhan selaku Pemohon menyampaikan sejumlah perbaikan atas permohonannya. Hal ini dilakukan sesuai arahan majelis hakim, pada persidangan sebelumnya.
“Arahan Majelis Hakim, Pemohon mengubah tentang perihal yang berbunyi permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Pasal 2 terhadap UUD 1945 Pasal 26 ayat (1),” ujar Subhan di hadapan majelis.
Subhan, yang berprofesi sebagai advokat, juga menyesuaikan bagian legal standing atau kedudukan hukumnya sebagai Pemohon. Beberapa di antaranya yakni menghilangkan informasi nomor KTP. Selain itu juga menambahkan uraian lebih rinci mengenai kerugian hak konstitusional yang ia alami akibat keberlakuan pasal tersebut.
Latar Belakang Permohonan
Sebelumnya, Subhan mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 2 UU Kewarganegaraan. Ia menilai pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 26 ayat (1) UUD 1945.
Selain itu, ia juga merujuk pada Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Menurut Subhan, hak tersebut hanya berlaku bagi warga negara Indonesia. Baik WNI asli maupun yang telah disahkan melalui mekanisme undang-undang. Namun, dalam praktik, ia menilai ada individu yang belum memiliki pengesahan kewarganegaraan tetapi tetap dapat menduduki jabatan pemerintahan.
Petitum Frasa “Orang-Orang Bangsa Lain”
Dalam petitumnya, Subhan meminta MK menyatakan frasa “orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang” dalam Pasal 2 UU Kewarganegaraan bertentangan dengan UUD 1945. Ia juga menganggap pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pengecualian hanya berlaku bila ada bukti pengesahan resmi sebagai warga negara Indonesia.
Subhan meminta MK menegaskan bahwa individu dari bangsa lain yang mencalonkan diri atau dicalonkan dalam jabatan pemerintahan wajib menunjukkan bukti pengesahan kewarganegaraan sesuai aturan perundang-undangan.

 
											


 
							