Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) mulai menata ulang persoalan kewarganegaraan komunitas keturunan Filipina di wilayah perbatasan Sulawesi Utara (Sulut). Dalam konteks lokal, kelompok ini kerap disebut sebagai “sapi” dan “pisang.”Istilah masyarakat Sangihe untuk menggambarkan pola mobilitas historis antara Sangihe–Filipina (sapi). Dan Filipina–Sangihe (pisang).
Masalah kewarganegaraan yang berlarut hampir puluhan tahun itu. Kini menjadi prioritas utama dalam agenda Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) Indonesia–Filipina. Langkah ini menandai komitmen kedua negara untuk menuntaskan kerentanan status warga perbatasan. Termasuk situasi kewarganegaraan ganda maupun tanpa status yang dialami sebagian komunitas “sapi” dan “pisang”.
Mekanisme Penyelesaian
Kasubdit Kerja Sama Antar Negara Ditjen Imigrasi, Agus Abdul Majid, menegaskan. Bahwa penanganan ini dilakukan lintas lembaga, mulai dari kementerian terkait, BIN, BNPT, hingga Pemerintah Provinsi Sulut. Pendekatannya, kata Agus, berbasis data empiris dan dirancang agar keputusan penegasan status tidak mudah digugat.
Agus menjelaskan bahwa hasil penetapan status dari Pemerintah Filipina akan menjadi dasar Indonesia dalam memberikan izin tinggal atau menentukan kewarganegaraan. Bagi mereka yang tidak ditetapkan sebagai warga Filipina, Indonesia akan menetapkan status sebagai WNI. Selaras dengan UU No. 12/2006 yang menolak konsep stateless.
Komitmen penyelesaian ini juga diperkuat dukungan politik Presiden Prabowo Subianto. Beliau memang memiliki garis kekerabatan dengan Sulut. Pemerintah menargetkan penyelesaian yang lebih cepat dan terukur pada 2025.
Posisi Program
Saat ini terdapat sekitar 8.000 WNI di Filipina Selatan. Diantaranya baru 2.000 yang statusnya telah ditegaskan, dan 1.200 di antaranya sudah menerima paspor Indonesia. Sekitar separuh telah memperoleh izin tinggal jangka panjang (multiple entry) lima tahun.
Pemerintah Filipina dijadwalkan memulai gelombang kedua penegasan status (second wave) pada 2025, setelah first wave berlangsung pada 2014–2018. Pemerintah Indonesia menyiapkan langkah paralel untuk memastikan proses ini berjalan simultan dan terkoordinasi.
Sebagai penutup, Kemenimipas merencanakan seremoni penyerahan paspor dan izin tinggal sebagai simbol penyelesaian administratif dan rekonsiliasi kemanusiaan di wilayah perbatasan. Agenda ini diharapkan menjadi momentum penuntasan persoalan kewarganegaraan “sapi” dan “pisang” secara permanen, sekaligus memperkuat relasi Indonesia–Filipina di kawasan maritim.@esa
Sumber: Kumparan/Manadabacarita.com




