loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

CDCE: Jutaan Warga AS Tanpa Dokumen Berfoto Resmi

17 views
CDCE melaporkan ada jutaan warga As tidak memiliki bukti kewarganegaraan.
CDCE: Jutaan Warga AS Tanpa Bukti Kewarganegaraan
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Menurut laporan CDCE ternyata jutaan warga AS tidak memiliki dokumen identitas berfoto resmi,  ini cukup mengejutkan. Beberapa hari lalu saya membaca laporan menarik dari Center for Democracy and Civic Engagement (CDCE). Judulnya “Who Lacked Photo ID in 2020? An Exploration of the American National Election Studies” ditulis oleh Michael J. Hanmer, seorang profesor ilmu politik dan pemerintahan, dan Samuel B. Novey, consulting community scholar. Keduanya dari CDCE, Universitas Maryland.

Penelitian survei ini dilakukan CDCE bersama VoteRiders, yang menyoroti hasil American National Election Studies (ANES) tahun 2020. Laporan ini mengungkap fakta yang cukup mengejutkan: jutaan orang dewasa di Amerika ternyata tidak memiliki dokumen identitas resmi yang masih berlaku, padahal dokumen inilah syarat utama untuk bisa ikut pemilu.

Angkanya tidak kecil. CDCE menyatakan hampir 29 juta warga AS usia dewasa tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yang masih berlaku. Lebih dari 7 juta orang bahkan sama sekali tidak memiliki identitas resmi yang diterbitkan pemerintah. Di Amerika Serikat, SIM berfungsi ganda. Selain sebagai izin mengemudi kendaraan, SIM juga lazim dipakai sebagai kartu identitas utama bagi orang dewasa. Isinya memuat nama lengkap, alamat, tanda tangan, dan foto, dan sah sebagai bukti identitas untuk memilih dalam pemilu. Dokumen identitas berfoto resmi lainnya adalah State ID, Paspor, dan Military ID.

Kalau Tidak Punya SIM, Pakai Apa?

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan warga Amerika yang belum dewasa — misalnya anak-anak atau remaja yang belum cukup umur untuk punya SIM? Mirip dengan Indonesia, beberapa dokumen lain seperti, akta kelahiran, paspor, dan ID Negara Bagian (State ID) dapat menjadi bukti identitas resmi mereka. Uniknya ternyata kartu identitas resmi non-pengemudi atau ID Negara Bagian ini, diterbitkan oleh Department of Motor Vehicles (DMV) atau nama lain di negara bagian yang lain. Ada juga diterbitkan kantor county atau secretary of state. State ID ini fungsinya mirip KTP dan KIA kita.

Masalahnya, laporan ANES menunjukkan masih ada jutaan orang dewasa di AS yang tidak punya SIM, paspor, maupun State ID berfoto resmi yang masih berlaku. Di sinilah kerentanan muncul. Tanpa dokumen resmi, hak pilih mereka terancam hilang, apalagi di banyak negara bagian yang mewajibkan pemilih menunjukkan identitas saat mencoblos. Meski bukan bukti kewarganegaraan, tapi SIM di AS ternyata dapat menjadi kunci akses terhadap hak politik warga negara. Mereka terdaftar sebagai pemilih karena memang warga negara, tetapi terhalang secara administratif karena tanpa dokumen identitas resmi.

Lalu, Bagaimana di Indonesia?

Konteks ini membuat saya teringat dengan kondisi kita di Indonesia. Di sini, bukti kewarganegaraan diantaranya adalah akta kelahiran, Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el), dan Kartu Keluarga (KK). Ketiganya jadi fondasi dasar. KTP elektronik memuat Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang berfungsi sebagai identitas tunggal setiap warga. Anak-anak di bawah usia 17 tahun belum wajib memiliki KTP, tetapi berhak atas Akta kelahiran dan wajib dicantumkan di KK orangtuanya. Di ketiga dokumen kependudukan dan pencatatan sipil tersebut terdapat keterangan mengenai kewarganegaraan.

Namun pada praktiknya, kita masih menjumpai banyak orang yang lahir di Indonesia tetapi tidak memiliki akta kelahiran. Ada juga yang sudah dewasa tetapi belum pernah merekam data dan memperoleh KTP elektronik. Akibatnya, mereka tidak memiliki NIK dan tidak tercatat resmi sebagai warga negara dalam administrasi kependudukan dan pencatatan sipil. Secara de jure memang semua sudah ditetapkan sebagai warga negara, tapi de facto tidak, sehingga dapat menjadi de facto stateless. Sama seperti di Amerika, ketiadaan dokumen identitas membuat akses pada hak-hak kewarganegaraan mulai ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob), hingga sipil politik (sipol), jadi terhambat. Senasib dengan warga di AS, bisa kehilangan hak untuk memilih dan dipilih pada pemilihan umum.

Baca juga: Kewarganegaraan Tani

Mengapa Penting?

Laporan VoteRiders menunjukkan satu pelajaran: identitas resmi adalah syarat mendasar untuk diakui hak-haknya sebagai warga negara. Tanpa identitas, suara warga rentan tidak terdengar, haknya pun bisa diabaikan meskipun secara yuridis ia warga negara.

Di Indonesia, kerja besar kita adalah memastikan semua warga — dari bayi yang baru lahir, anak sekolah, sampai orang dewasa — tercatat lengkap. Artinya, memiliki akta lahir, masuk dalam KK, punya NIK, dan saat waktunya tiba, merekam KTP elektronik.

Karena pada akhirnya, kewarganegaraan bukan sekadar status di kertas. Ia adalah jembatan agar seseorang diakui, dilindungi, dan bisa menggunakan hak-haknya tanpa hambatan. Lebih lengkap silakan baca laporan CDCE .@esa

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?