loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

Model Kewarganegaraan dalam Teori

6 views
Model kewarganegaraan: Republikan dan Liberal
Dua Model Kewarganegaraan: Republikan dan Liberal
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Apa arti menjadi warga negara di zaman sekarang? Jawaban sederhananya: warga negara adalah anggota komunitas politik dengan hak dan kewajiban. Definisi ini sudah muncul sejak abad ke-18, misalnya dalam Encyclopedie karya Diderot dan d’Alembert. Namun, di balik rumusan singkat itu, perdebatan soal makna kewarganegaraan terus hidup, termasuk soal model kewarganegaraan.

Dalam teori modern, kewarganegaraan punya tiga dimensi utama. Pertama, status hukum yang menjamin hak sipil, politik, dan sosial. Kedua, warga dilihat sebagai pelaku politik yang aktif. Ketiga, kewarganegaraan membentuk identitas bersama. Ketiganya saling terkait dan memengaruhi satu sama lain.

Baca juga mengenai Kewarganegaraan Ganda di Indonesia

Model Kewarganegaraan

Secara umum, ada dua model besar: republikan dan liberal. Model republikan berakar pada praktik demokrasi Yunani Kuno, khususnya di Athena. Di sana, warga negara laki-laki ikut merumuskan hukum. Oleh karena itu, Aristoteles menekankan pentingnya civic self-rule. Dengan demikian, warga memerintah dan sekaligus diperintah. Dari sana lahir gagasan kebebasan politik. Ide ini juga diwarisi Republik Romawi. Pada masa itu, kebajikan sipil menjadi penopang republik. Warga punya kewajiban menjaga republik agar terhindar dari tirani.

Berbeda dengan republikan, model liberal terinspirasi praktik hukum Romawi pada era Kekaisaran. Kewarganegaraan dipandang sebagai status hukum. Artinya, warga berhak mendapat perlindungan hukum. Mereka tidak harus ikut langsung membuat hukum. Inti teori liberal modern adalah perlindungan hak individu. Negara menjamin ruang privat agar warga bebas mengejar kepentingannya.

Intinya, model republikan menekankan peran aktif warga di ranah publik. Model liberal lebih fokus pada perlindungan hak. Meski berbeda, dua model ini bisa saling melengkapi. Michael Walzer (1989) berpendapat kebebasan individu perlu dijaga hukum. Namun, warga tetap perlu siap aktif jika kebebasan terancam.

Kritik Feminis

Sejak 1970-an, muncul kritik feminis pada dua model klasik ini. Feminisme menyoroti pembagian tegas antara ranah publik dan privat. Pembagian ini sering membuat perempuan terpinggirkan dari ruang politik. Feminisme menuntut kewarganegaraan juga menyentuh hal privat. Masalah rumah tangga, hak reproduksi, atau pengasuhan anak juga butuh solusi politik.

Di era globalisasi, tantangan baru muncul. Mobilitas penduduk lintas negara makin tinggi. Banyak orang punya identitas ganda. Kelompok minoritas menuntut pengakuan. Negara-bangsa tidak lagi menjadi satu-satunya bingkai keanggotaan politik.

Singkatnya, kewarganegaraan merangkum status hukum, partisipasi politik, dan identitas bersama. Pertanyaan kunci tetap sama: bagaimana menjamin hak warga, memperkuat partisipasi, dan menumbuhkan rasa kebersamaan? Jawaban atas pertanyaan ini selalu berubah mengikuti zaman.

Sumber: Stanford Encyclopedia of Philosophy 2023. 

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?