Indonesia merupakan salah satu negara yang kerap menjadi tempat transit bagi pengungsi internasional. Meskipun Indonesia bukan merupakan negara pihak dari Konvensi 1951 tentang Pengungsi. Bahkan Indonesia juga belum meratifikasi Konvensi 1954 tentang Status Orang Tanpa Kewarganegaraan. Maupun Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan. Sementara Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia, tidak menyentuh isu ini secara komprehensif. Posisi dalam undang-undang, orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai orang asing.
Berbagai kompleksitas kondisi dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi tanpa kewarganegaraan. Diantaranya adalah peperangan, konflik berkepanjangan, terpecahnya suatu negara menjadi beberapa negara, dan sebagainya. Sebagian besar orang tanpa kewarganegaraan umumnya bermukim di negara asalnya. Namun terdapat juga yang keluar dari negaranya, dan menjadi migran atau pengungsi. Orang-orang dengan kategori pengungsi inilah berdasarkan Konvensi 1951 diberi perlindungan internasional.
UNHCR, lembaga PBB yang menangani pengungsi pada 2021 mencatat di Indonesia terdapat 13.273 pengungsi yang berasal dari berbagai negara. Diantara yang terbesar berasal dari Afganistan, Somalia, dan Irak dengan komposisi 73% orang dewasa dan 27% anak-anak. Tidak semua pengungsi adalah orang tanpa kewarganegaraan, namun bagaimana jika mereka kehilangan tempat tinggal, pergi mengungsi keluar dari negara asal dan tidak dapat kembali, tapi tidak mendapatkan perlindungan internasional? Atau bagaimana dengan mereka yang pergi dari negara asal untuk bekerja, tidak dapat memperbaharui status kewarganegaraannya, lalu kembali ke wilayah negara asalnya dan memiliki anak ketika masih dalam status kewarganegaraan yang tidak jelas?
Berbagai pertanyaan tersebutlah yang mendorong SUAKA dan Human Rights Working Group (HRWG), melakukan penelitian dasar. Mengingat berbagai keterbatasan, penelitian dasar ini difokuskan pada pemetaan situasi orang dengan resiko tanpa kewarganegaraan di Indonesia. Peneliti tampaknya berusaha untuk mengamati lebih dekat dengan pendekatan Hak Asasi Manusia, kondisi pengungsi yang rentan kehilangan kewarganegaraan selama transit di Indonesia. Selain itu juga bagaimana mereka bertahan hidup. sikap pemerintah Indonesia, dukungan NGO, dan respon masyarakat setempat terhadap keberadaan mereka.
Adapun tim peneliti terdiri dari: Alysa, Angga Reynady Hermawan Putra, Anggraeni Puspita, Ariela Naomi Syifa, Atika Yuanita Paraswaty, Daniel Awigra, Jesse Adam Halim, Monica Susanti Rahadsih, Rizka Argadianti Rachmah, Telly Nathalia, dan Zico Efraindio Pestalozzi. Pada peluncuran hasil penelitian yang dikemas dalam Konsultasi Nasional, hasil penelitian dipaparkan 2 peneliti dari HRWG dan SUAKA yaitu Ariela Naomi Syifa dan Angga Reynady. Sementara Eddy Setiawan dari IKI dan Prof Tri Nuke Pudjiastuti dari BRIN hadir sebagai penanggap. Kegiatan dilaksanakan di Gedung YLBHI, Kamis 9 Februari 2023. @esa