Fenomena migrasi Warga Negara Indonesia (WNI) ke berbagai negara untuk mencari penghidupan yang lebih baik telah terjadi sejak lama. Seiring waktu, terbentuklah komunitas diaspora Indonesia di berbagai belahan dunia.
Dalam konteks kewarganegaraan, komunitas diaspora sering kali memiliki kebutuhan akan fleksibilitas untuk memiliki kewarganegaraan ganda. Terkait hal ini, Ahmad Ahsin Thohari, S.H., M.H., Dosen Hukum Tata Negara di UPN Veteran Jakarta, memberikan pandangannya tentang peluang dan tantangan dari sistem dwi kewarganegaraan bagi Indonesia.
Peluang: Belajar dari India
Menurut beliau, negara yang mampu memanfaatkan sumber dayanya, termasuk diaspora, akan lebih diuntungkan. Salah satu contoh menarik adalah India.
“India cukup cerdik mengatur hukum kewarganegaraannya. Mereka menggunakan pendekatan ekonomi, khususnya dalam kebijakan keimigrasian,” jelas Ahsin.
Meskipun India secara resmi tidak mengakui dwi kewarganegaraan, mereka memberikan kemudahan bagi diaspora India untuk tetap terhubung dengan tanah leluhurnya—mulai dari bebas visa, kemudahan berinvestasi, hingga akses bisnis.
“Dengan pendekatan seperti ini, India tetap melindungi prinsip kewarganegaraan tunggal, namun memanfaatkan potensi diaspora secara ekonomi. Ini bisa menjadi contoh baik bagi Indonesia.”
Tantangan: Perlindungan Sumber Daya dan Hukum Agraria
Namun, di sisi lain, banyak negara termasuk Indonesia yang masih menganut prinsip kewarganegaraan tunggal. Alasan utamanya adalah perlindungan terhadap sumber daya nasional, termasuk tanah dan properti.
“Undang-Undang Pokok Agraria kita masih menganut asas kebangsaan. Artinya, hak milik atas tanah hanya boleh dimiliki oleh WNI,” jelasnya.
Kekhawatiran pemerintah terhadap kepemilikan asing atas tanah menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia belum membuka ruang yang luas bagi dwi kewarganegaraan.
Dilema Diaspora
Di banyak negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan Eropa, diaspora Indonesia yang telah menjadi penduduk tetap menikmati fasilitas sosial seperti pendidikan dan layanan kesehatan. Namun di sisi lain, mereka juga masih ingin tetap menjadi WNI karena ikatan emosional dan identitas nasional.
“Banyak dari mereka yang sudah separuh baya, masih ingin mempertahankan kewarganegaraan Indonesia. Tapi mereka juga menikmati hak-hak sebagai penduduk tetap di negara tempat tinggalnya.”
Aspek Keamanan dan Reformasi Hukum
Menurut Ahsin, peluang dan tantangan tersebut harus dibaca dengan cermat oleh negara. Reformasi hukum kewarganegaraan harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk keamanan dan potensi penyalahgunaan sistem ganda untuk kejahatan transnasional.
“Yang terpenting adalah, hukum kewarganegaraan yang dirancang harus benar-benar menguntungkan dan melindungi kepentingan nasional,” tegasnya.
Kesimpulan
Wacana mengenai dwi kewarganegaraan bukan semata soal status hukum, tetapi juga menyangkut kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan. Negara-negara seperti India menunjukkan bahwa pendekatan strategis terhadap diaspora bisa memberikan manfaat besar tanpa harus mengorbankan prinsip dasar hukum kewarganegaraan.
Indonesia, dengan populasi diaspora yang besar dan aktif di luar negeri, menghadapi dilema yang semakin mendesak untuk dijawab.