loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

PP 21/2023 MENYELESAIKAN STATUS ANAK KAWIN CAMPUR

1,040 views
Tanjungpinang 09 Maret 2023
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on email
Email

Perkawinan campur bukanlah hal yang baru lagi bagi masyarakat Indonesia, sebagai konsekuensi dari perkembangan jaman. Arus globalisasi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut, di mana intensitas hubungan dalam bermasyarakat semakin meningkat baik dengan masyarakat dalam negara, maupun dengan masyarakat dari negara lain. Hal ini berdampak terhadap semakin meningkatnya perkawinan antar bangsa yang menimbulkan terjadinya perkawinan beda kewarganegaraan, atau biasa disebut dengan perkawinan campuran.

Keperluan dalam hal urusan bisnis, pendidikan, wisata, kesehatan dan berbagai hal lainnya bisa menjadi pintu gerbang terjadinya perkawinan campur antar warga negara. Bahkan akhir-akhir ini, tren media sosial berperan sebagai media perkenalan manusia dari berbagai belahan dunia, hingga hubungan tersebut berujung di perkawinan.

Disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Hukum & HAM Propinsi Kepulauan Riau, Saffar Muhamnad Godam, SH. MH, dalam diskusi *“Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campur Pasca Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2022”*, bahwa “terjadinya perkawinan campur ini, bukan saja merupakan suatu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum yang bersifat keperdataan, akan tetapi juga menimbulkan akibat hukum publik, khususnya hukum kewarganegaraan,” katanya.

 

Sambutan Kakanwil Kumham Propinsi Kepri, Saffar Muhammad Godam, 9/3/2023

Lebih lanjut dikatakan, “selama hampir setengah abad, pengaturan kewarganegaraan dalam perkawinan campur antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing mengacu pada ketentuan Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958. Namun dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, undang-undang ini dinilai tak lagi sanggup mengakomodir kepentingan para pihak dalam perkawinan campur, terutama perlindungan terhadap pihak istri dan anak hasil perkawinan campur. Oleh karena itu, pada 11 Juli 2006 DPR mengesahkan aturan baru di bidang kewarganegaraan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.”

Lahirnya undang-undang ini pun disambut dengan gembira, walaupun pro dan kontra di tengah masyarakat masih tetap ada. Namun secara garis besar undang-undang ini ‘memberikan napas’ bagi kaum ibu pelaku perkawinan campur, dengan memperbolehkan status dwi kewarganegaraan atau ganda terbatas bagi anak hasil perkawinan campur.

Seiring dengan berjalannya waktu kemudian timbul pertanyaan, “Dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dengan beberapa peraturan pelaksananya, apakah berbagai permasalahan yang menyangkut perolehan status kewarganegaraan bagi anak hasil perkawinan campur sudah teratasi dengan baik?” Ternyata jawaban yang kita temui adalah “belum semuanya teratasi dengan baik, belum semuanya terjawab oleh rumusan norma yang ada di peraturan perundang-undangan yang sudah ada”.

 

Peneliti senior IKI Paschasius Hosti Prasetyadji menyerahkan buku “Peranakan Idealis” kepada Kakanwil Kumham Propinsi Kepri, Saffar Muhammad Godam, 9/3/2023

Dikatakan oleh Saffar, bahwa “memperhatikan letak geografis Provinsi Kepri yang bertetangga dengan beberapa negara lainnya, maka potensi anak-anak hasil perkawinan campur yang memiliki permasalahan status kewarganegaraan tentunya sangat besar. Bahkan cukup sering ditemukan di lapangan kondisi anak-anak tersebut yang terancam memiliki status tanpa kewarganegaraan, disebabkan karena tidak atau terlambat menyampaikan permohonan memilih status kewarganegaraannya pada Menteri Hukum dan HAM.”

“Di samping itu juga ada potensi permasalahan lainnya, yaitu kemungkinan adanya anak berkewarganegaraan ganda yang lahir dan bertempat tinggal di Indonesia namun tidak memiliki dokumen keimigrasian,” lanjutnya.

Sebagai bagian dari masyarakat dan komunitas global, regulasi dan kebijakan Indonesia dalam bidang status kewarganegaraan harus menjunjung tinggi nilai-nilai universal dalam kewarganegaraan, yaitu menghindari kondisi tanpa kewarganegaraan (stateless). Terlebih Indonesia adalah negara yang menganut asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, dan hanya mengenal kewarganegaraan ganda secara terbatas.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2022, merupakan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Mamperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2022 ini merupakan sebuah terobosan terbaru dari Kementerian Hukum dan HAM, dimana bagi anak berkewarganegaraan ganda terbatas diberikan kesempatan kembali dalam jangka waktu dua tahun untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan Indonesia, terhitung sejak peraturan tersebut diundangkan.

Terbitnya peraturan ini, bertujuan untuk mempermudah permohonan status WNI khususnya bagi anak-anak yang memiliki potensi besar yang dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara. Apalagi Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan seringkali memberikan perhatian penuh terhadap potensi Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, termasuk bagi anak-anak yang memiliki keturunan Indonesia.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan di Hotel Aston, Tanjungpinang ini hadir beberapa pembicara yang berkompeten di bidangnya: Paschasius Hosti Prasetyadji, *peneliti senior dari Yayasan Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI)*;
Faraitody Rinto Hakim, SH, MH, dari Direktorat Tata Negara Ditjen AHU; Doddy Ariandi, SH dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tanjungpinang; dan Dhani Tri Prassetyo, A.Md.Im, SH, MH, dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjungpinang, dan dihadiri oleh aparat penegak hukum, akademisi, instansi vertikal, kelurahan, kecamatan, pelaku kawin campur, yayasan dan stakeholder terkait lainnya.*** (Prasetyadji).

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?