loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

Penghapusan Diskriminasi Era AI: Pelajaran dari Portugal

Penghapusan Diskriminasi Era AI: Pelajaran dari Portugal

4 views
Portugal telah mengadakan pelatihan pelatihan bagi stakeholder terkait pemanfaatan AI di sektor publik. Fokusnya adalah memastikan hal ini sejalan dengan upaya penghapusan diskriminasi di era AI.
Pelatihan mengenai Pemanfaatan AI di sektor publik dalam kerangka penghapusan diskriminasi diadakan di Lisbon 13 Oktober 2025
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Upaya memastikan Akal Imitasi (AI) bekerja tanpa bias semakin mendapat perhatian global, termasuk di Eropa. Portugal menjadi salah satu negara yang bergerak cepat dengan membekali para pemangku kepentingan publik dan masyarakat sipil dengan pemahaman mendalam mengenai bagaimana AI dapat memperkuat—atau justru mengikis—komitmen terhadap kesetaraan dan penghapusan diskriminasi di era AI ini.

Sekitar 80 peserta yang berasal dari otoritas publik, regulator independen, badan kesetaraan, hingga organisasi masyarakat sipil mengikuti seminar pembuka pelatihan “Artificial Intelligence and Anti-Discrimination Including Gender Equality”. Pelatihan ini dirancang untuk memberi pemahaman komprehensif tentang definisi AI, penggunaannya di sektor publik, serta dampaknya terhadap diskriminasi—terutama bias gender yang sering kali tidak terlihat namun meresap dalam sistem algoritmik. Kegiatan diadakan di Lisbon, pada 13 Oktober 2025 lalu.

Urgensi Pelatihan

Kecerdasan buatan kini menjadi bagian dari keputusan publik: mulai dari administrasi kependudukan, layanan sosial, pemetaan risiko, hingga kebijakan keamanan. Namun, tanpa kendali yang tepat, sistem algoritma bisa mereproduksi—bahkan memperbesar—ketidaksetaraan sosial. Sehingga pelatihan ini penting dalam kerangka penghapusan diskriminasi di era AI. Menghindari terciptanya pembedaan akibat pemanfaatan AI di sektor publik.

Karena itulah, Komisi untuk Kewarganegaraan dan Kesetaraan Gender (CIG) Portugal bekerja sama dengan Dewan Eropa dan mitra internasional mengembangkan pelatihan enam modul yang berlandaskan standar hak asasi manusia Eropa, Council of Europe Framework Convention on AI dan EU AI Act. Salah satu fokus kuncinya adalah memperjelas peran badan kesetaraan dan regulator dalam memastikan bahwa penggunaan AI tidak melanggar hak fundamental warga negara.

AI, Gender, dan Kekerasan Berbasis Teknologi

Dalam sambutannya, Presiden CIG Carina Quaresma menekankan bahwa kerja bersama lintas lembaga adalah syarat mutlak untuk melindungi hak asasi manusia di era digital.

Ia mengingatkan bahwa AI tidak netral:

“Kecerdasan buatan dapat memperkuat kekerasan domestik dan berbasis gender dengan memperluas praktik-praktik abusif serta memungkinkan bentuk-bentuk kontrol dan intimidasi yang baru.”

Pernyataan ini membuka mata banyak pihak bahwa bias algoritmik dan teknologi berbasis AI bisa berpengaruh langsung pada keselamatan kelompok rentan.

Penerjemahan Standar Eropa ke Konteks Nasional

Uni Eropa memuji inisiatif ini sebagai langkah penting untuk memperkuat kapasitas nasional dalam mencegah diskriminasi oleh sistem algoritmik. Modul khusus tentang kerangka hukum Portugal membantu peserta memahami bagaimana standar internasional harus diterapkan ke dalam aturan, pengawasan, dan praktik nasional.

Pelatihan ini menjadi bagian dari proyek “Upholding Equality and Non-Discrimination by Equality Bodies Regarding the Use of AI in Public Administrations”, didukung Technical Support Instrument Uni Eropa. Proyek ini juga melibatkan lembaga kesetaraan dari Belgia (Unia) dan Finlandia.

Relevansi bagi Indonesia

Bagi Indonesia, pengalaman Portugal menawarkan tiga pelajaran penting:

  1. Penguatan kapasitas institusi sangat penting. Badan negara yang menangani kesetaraan, kependudukan, dan perlindungan kelompok rentan membutuhkan pemahaman teknis tentang bagaimana AI bekerja.

  2. Regulasi tanpa pemahaman teknologi tidak akan cukup. Dibutuhkan kerangka pelatihan yang menghubungkan standar HAM dengan praktik penggunaan AI dalam layanan publik.

  3. Pendekatan lintas sektor adalah kunci. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, dan regulator memperkaya perspektif dan menghindari blind spot dalam desain kebijakan.

  4. Interoperabilitas antarsistem layanan pemerintah adalah keniscayaan, jika pemerintah serius ingin menghapus praktik pungli, hingga korupsi birokrasi.

Di tengah kemungkinan pemanfaatan AI dalam layanan kewarganegaraan, kependudukan, dan berbagai layanan pemerintah lainnya. Langkah antisipasi Portugal bisa menjadi rujukan penting. Agar kita bisa menghindari diskriminasi berbasis data. Sekaligus memastikan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Di era teknologi pintar.@esa

Sumber: Coe.Int

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?