Pencegahan statelessness pada anak memerlukan fondasi hukum yang kuat, sistem administrasi kependudukan yang fungsional, dan kebijakan yang berpihak pada perlindungan hak anak. Bab V dalam buku Opening Doors for Children: Prevention of Childhood Statelessness membahas kerangka hukum internasional, regional, dan nasional yang menjadi acuan bagi negara-negara dalam kebijakan mencegah anak lahir tanpa kewarganegaraan.
Bab ini menegaskan bahwa pencegahan statelessness bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga kewajiban hukum bagi negara berdasarkan instrumen internasional yang telah disepakati. Selain itu, kerangka kebijakan yang efektif harus mencakup sistem pendaftaran kelahiran universal, hukum kewarganegaraan yang inklusif, serta mekanisme administratif yang mencegah anak terperangkap dalam ambiguitas status.
1. Instrumen Hukum Internasional
Beberapa perjanjian internasional memberikan norma dasar bagi negara dalam mencegah dan menanggulangi statelessness pada anak. Instrumen tersebut meliputi:
a. Konvensi 1954 tentang Status Orang Tak Berkewarganegaraan
Konvensi ini menetapkan definisi hukum mengenai stateless person serta memberikan kerangka perlindungan minimum. Meskipun berfokus pada perlindungan, ia juga menjadi rujukan penting bagi penyusunan kebijakan nasional.
b. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Statelessness
Ini adalah instrumen utama untuk mencegah lahirnya statelessness. Konvensi mewajibkan negara: memberikan kewarganegaraan kepada anak yang lahir di wilayahnya apabila anak tersebut berisiko stateless; menjamin bahwa anak dapat memperoleh kewarganegaraan melalui ibu maupun ayahnya (non-discriminatory transmission).
c. Konvensi Hak Anak (CRC), 1989
Pasal 7 CRC mewajibkan negara memastikan setiap anak: memiliki hak atas nama, dicatat kelahirannya, dan memiliki hak untuk memperoleh kewarganegaraan. Konvensi ini menegaskan bahwa kepentingan terbaik anak (best interests of the child) harus menjadi prinsip utama dalam setiap keputusan terkait status kewarganegaraan.
d. Instrumen Regional (OSCE, Eropa, dan lainnya)
Bagian ini juga merinci pedoman regional seperti: OSCE Ministerial Council Decisions European Convention on Nationality Council of Europe Convention on the Avoidance of Statelessness in Relation to State Succession. Instrumen regional ini memberikan standar pelengkap kepada negara anggota OSCE untuk menyelaraskan hukum kewarganegaraan mereka.
2. Reformasi Hukum Kewarganegaraan
Negara didorong untuk memperbarui hukum kewarganegaraan agar: tidak diskriminatif berbasis gender; tidak menerapkan syarat administrasi yang tidak realistis; memberikan jaminan bahwa anak yang lahir tanpa kewarganegaraan otomatis dapat memperoleh kewarganegaraan negara tempat ia lahir (safeguards against childhood statelessness).
Bagian ini menekankan pentingnya mekanisme safeguard yang jelas, sederhana, dan dapat diakses tanpa penghalang administratif berlebihan.
3. Pendaftaran Kelahiran sebagai Fondasi Pencegahan
Meskipun pendaftaran kelahiran tidak otomatis memberikan kewarganegaraan, ia merupakan prasyarat penting untuk: pembuktian usia, pembuktian kelahiran di dalam wilayah negara, dan pembuktian hubungan hukum antara anak dan orang tuanya.
Bagian ini menekankan: pentingnya sistem pencatatan sipil yang universal, gratis, dan inklusif; perlunya mobile registration units di daerah terpencil; perlunya integrasi antara layanan kesehatan dan kantor pencatatan sipil; hingga pentingnya digitalisasi registrasi untuk mencegah kehilangan data. Tanpa pendaftaran kelahiran, kebijakan terbaik sekalipun tidak dapat berjalan.
4. Pencegahan Diskriminasi dalam Sistem Kewarganegaraan
Salah satu penyebab utama statelessness adalah diskriminasi, terutama terhadap: kelompok minoritas etnis atau agama, anak yang lahir dari orang tua tidak berdokumen, anak perempuan (dalam konteks pewarisan kewarganegaraan), kelompok nomaden atau masyarakat adat.
Bagian ini, menunjukkan bahwa reformasi hukum harus mencakup anti-discrimination clauses dan memastikan kesetaraan antara ayah dan ibu dalam pewarisan kewarganegaraan.
5. Mekanisme Administratif yang Efektif
Selain hukum, negara perlu memastikan bahwa pelaksanaannya tidak rumit. Bagian ini menekankan pentingnya: prosedur sederhana dan tidak membebani; pengurangan biaya administrasi; pelatihan bagi petugas pencatatan sipil; kolaborasi lintas sektor (kesehatan, imigrasi, pendidikan, sosial). Bagian ini menegaskan bahwa even the best laws fail without functional administration.
6. Peran Pemerintah Lokal dan Kerja Sama Internasional
Negara-negara OSCE dihimbau untuk: memperkuat koordinasi nasional dan daerah, mengumpulkan dan menganalisis data statelessness anak, membangun kemitraan dengan UNHCR, UNICEF, IOM, dan lembaga masyarakat sipil, memanfaatkan platform kolaboratif seperti Global Alliance to End Statelessness. Pendekatan multilevel ini dipandang kunci dalam memastikan bahwa tidak ada anak yang terlewatkan.
Poin Kunci Bab V
Pencegahan statelessness pada anak memiliki dasar hukum kuat dalam instrumen internasional (1954, 1961, CRC).
Negara wajib memberikan kewarganegaraan kepada anak yang berisiko stateless.
Hukum kewarganegaraan harus bebas dari diskriminasi, termasuk diskriminasi gender.
Pendaftaran kelahiran universal merupakan pilar fundamental pencegahan statelessness.
Administrasi kependudukan yang efektif adalah prasyarat keberhasilan implementasi hukum.
Kerja sama internasional dan lintas sektor memperkuat mekanisme pencegahan.
Prinsip best interests of the child harus menjadi pusat tiap kebijakan.
Sumber:




