Kelahiran Institut Kewarganegaraan Indonesia atau biasa disingkat IKI, tidak terlepas dari pengesahan Undang-Undang Kewarganegaraan pada 2006. UU disahkan 1 Agustus 2006, 10 hari kemudian, mantan anggota Panitia Khusus DPR RI, akademisi, dan pengusaha yang peduli isu kewarganegaran mendirikan IKI. Yayasan yang berdiri pada 11 Agustus 2006 ini, dibentuk oleh tokoh dari beragam latar belakang. Baik agama, suku, hingga aliran politik serta profesinya. Jadi saat ini 19 tahun sudah usia IKI.
Pembentukan IKI sangat erat kaitannya dengan upaya untuk memastikan implementasi dari UU Kewarganegaraan, sesuai dengan spiritnya yang progresif. Sebagai Ketua Umum terpilih Slamet Effendy Yusuf, M.Sc, yang juga merupakan ketua pansus UU Kewarganegaraan saat itu. Sementara untuk ketua dewan pembina adalah Murdaya Widyawimarta Po, pengusaha sekaligus anggota DPR RI. Selain itu juga ada tokoh seperti Lukman Hakim Saefuddin, Benny K Harman, Osbert Lyman, Hadi Surya, Anton Setiawan, Indradi Kusuma, dan lain-lain.
Sosialisasi UU Kewarganegaraan
Kegiatan paling awal yang dilakukan IKI adalah mengadakan sosialisasi UU Kewarganegaraan ke seluruh provinsi di Indonesia. Sosialisasi pertama diadakan di Yogyakarta, 12 Agustus 2006. Hanya selang sehari setelah pembentukan IKI. Para pendiri IKI dan Menteri Hukum dan HAM saat itu, Hamid Awaluddin menjadi narasumber pada sosialisasi tersebut. Kegiatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini, adalah pembuka dari rangkaian kegiatan sosialisasi IKI ke seluruh Indonesia hingga berakhirnya tahun 2007.
Selanjutnya kegiatan IKI masih difokuskan pada sosialisasi UU Kewarganegaraan, namun sudah ditambah dengan UU Administrasi Kependudukan, dan belakangan juga dikombinasikan dengan UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis yang disahkan 2008, ke sebagian besar Kabupaten/Kota. UU Adminduk memang disahkan di tahun yang sama dengan UU Kewarganegaraan.
Pengawasan Syarat Pengurusan Adminduk, Perbankan, dan Pendidikan
Kegiatan IKI setelah UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis pun bertambah, yaitu melakukan monitoring persyaratan pengurusan berbagai kepentingan warga negara. Fokus utama adalah pelayanan administrasi kependudukan di seluruh dukcapil di tingkat provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia. Tugas IKI adalah memastikan persyaratan semua WNI sama, tanpa perbedaan. Terutama terkait persyaratan diskriminatif orde baru, yakni Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI).
Melalui UU Kewarganegaraan telah dipastikan bahwa hanya ada 2 kategori yaitu WNI dan Warga Negara Asing, sehingga untuk persyaratan pengurusan untuk berbagai keperluan administrasi juga hanya ada 2 kategori. Jika pada masa orde baru WNI masih dibedakan antara yang bumiputera dan keturunan, maka sejak UU Kewarganegaraan 2006 dan ditegaskan dalam pengaturan Administrasi Kependudukan semuanya sama dan setara. Hanya ada persyaratan bagi WNI dan persyaratan bagi WNA. Dulunya persyartan bagi WNI Keturunan kerap dicampuraduk dengan syarat bagi WNA, inilah bentuk diskriminasi laten selama tiga dasawarsa. Sisa-sisa korbannya sebagian diselesaikan melalui kebijakan penegasan kewarganegaraan, dan IKI berhasil mendampingi 1.317 pemohon pada periode 2007-2008.
Selanjutnya, kerja-kerja IKI pada periode 2008 hingga 2009 lebih banyak untuk memastikan seluruh prosedur dan syarat pengurusan di berbagai bidang khususnya adminduk, pendidikan, dan perbankan sudah sesuai semangat 3 UU. Yakni UU Kewarganegaraan, Adminduk, dan Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Metodenya dilakukan melalui pengawasan terhadap syarat dan prosedur yang dicantumkan di website pemerintah (dukcapil) kabupaten/kota, maupun papan pengumuman di kantor-kantor pemerintah. Jika menemukan papan pengumuman atau website yang masih mencantumkan prosedur dan persyaratan dengan muatan pembedaan seperti masa lalu, IKI mengingatkan melalui surat tentang keberadaan ketiga UU tersebut. Perlu diingat bahwa pada UU telah tercantum ketentuan pidananya.
Soal Warga Negara dan Penduduk Negara
Dulunya, saat Indonesia pertama kali mengatur soal kewarganegaraan dan kependudukannya pada 1946. Nama uu-nya adalah UU Warga Negara dan Penduduk Negara. Keduanya memang memiliki keterkaitan yang erat. UU Kewarganegaraan memastikan keanggotaan seseorang sebagai warga negara, Sedangkan administrasinya diatur melalui UU Administrasi Kependudukan. Keduanya penting dalam hal akses warga negara terhadap berbagai hak kewarganegaraannya. UU Kewarganegaraan memastikan status hukumnya. Sementara UU Administrasi Kependudukan memastikan kepemilikan identitas hukum yang dapat membuktikan status tersebut.
Selalu Ingat Pesan Para Pendiri
Spirit dasar yang ditetapkan para pendiri IKI adalah: setiap WNI harus dipastikan memiliki identitas hukum yang memastikan aksesnya terhadap hak sipil dan politik (sipol) serta ekonomi, sosial dan budayanya (ekosob). Semua orang Indonesia yang berhak, melalui UU Kewarganegaraan telah dipastikan adalah WNI. Namun, disadari bahwa Indonesia sejak merdeka hingga 2006 belum pernah memiliki pengaturan bersifat nasional terkait kependudukannya. Oleh karena itu, tidak semua warga negara Indonesia memiliki dokumen identitas hukum seperti akta kelahiran, kartu keluarga dan Kartu Tanda Penduduk.
Pekerjaan Rumah terbesar mulai digarap sejak 2010, dengan membentuk Relawan IKI di beberapa daerah seperti Surabaya, Jakarta, Tangerang, dan Kalimantan Barat. Tugasnya mendampingi masyarakat tanpa dokumen identitas, atau belum lengkap, atau belum rapi dokumen kependudukannya akibat pembedaan di masa lalu. Setelah 2 tahun berjalan, dan dinilai cukup efektif dilakukan perluasan wilayah kerja relawan. Pengurus IKI berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Administasi Kependudukan (Sekarang Dukcapil), untuk prioritas wilayah dampingan. Akhirnya disimpulkan bahwa Banten dan Jawa Barat menjadi wilayah yang membutuhkan dukungan IKI.
Pembentukan Relawan IKI di seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten pun dilakukan. Diawali dengan pelatihan Relawan IKI se-Provinsi Banten di Kota Serang. Kemudian para peneliti IKI seperti Eddy Setiawan, Swandy Sihotang, dan Prasetyadji bersama Ketua Saifullah Ma’shum mengajak relawan beraudiensi dengan kepala dinas di masing-masing kabupaten/kota. Barulah selanjutnya seluruh relawan, bergerak secara efektif pada 2013. Sedangkan untuk Jawa Barat, fokus pendampingan IKI adalah Kabupaten Bogor mengingat luas wilayah dan jumlah penduduknya. Kemudian diperluas secara bertahap ke Bandung Barat, Cirebon, Kuningan dan Kota Bogor. Sementara wilayah Jawa Tengah meliputi Sragen, Blora, Semarang, Solo, Lasem, dan Wonogiri. Di Jawa Timur Relawan IKI bekerja di wilayah Kabupaten dan Kota Malang, Surabaya, dan Jombang.
IKI 19 Tahun Mengabdi dan Berkarya
Relawan IKI bekerja tanpa lelah selama hampir satu dasawarsa. Namun Covid-19 kemudian membatasi ruang gerak IKI dan diputuskan mengurangi wilayah dampingan. Sehingga hanya tersisa Kota dan Kabupaten Tangerang, Sambas, Singkawang, Mempawah, dan Kabupaten Bogor. Jelang 19 Tahun IKI, kembali dilakukan transformasi lanjutan dari masa Covid-19, dimana pendampingan langsung sudah tidak lagi dilakukan. IKI mulai pertengahan 2025 berfokus pada kegiatan kajian dan penelitian pada tiga isu yaitu kewarganegaraan, kependudukan dan penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Selama ini kajian terkait ketiganya telah dipublikasi melalui Jurnal Identitas yang terbit dua kali dalam setahun. Juga direncanakan penelitian tentang pendidikan kewarganegaraan di tiga wilayah sebagai representasi Indonesia.
19 tahun sudah IKI mengabdi dan berkarya untuk memastikan setiap warga negara Indonesia memiliki identitas hukum. Identitas yang mendasar bagi kepentingan akses hak-hak kewarganegaraan bagi setiap orang Indonesia. Kita Satu, Kita Sama, Kita Setara, Satu Tujuan: Indonesia. @esa