Berikut ini adalah laporan saya selaku Peneliti IKI setelah menghadiri kegiatan UNHCR. Kegiatannya bertajuk Expert Roundtable Discussion, diadakan di Bangkok, 28–29 Oktober 2010. Praktik baik di berbagai kawasan Asia Tenggara berusaha direkam melalui kegiatan ini.
Merumuskan Langkah Kolaboratif
Bangkok menjadi tuan rumah Regional Expert Roundtable on Good Practices for the Identification, Prevention and Reduction of Statelessness and the Protection of Stateless Persons in South East Asia. Kegiatan yang diadakan pada 28–29 Oktober 2010, adalah prakarsa United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Adapun tujuannya adalah mempertemukan para pakar, akademisi, praktisi, dan perwakilan lembaga pemerintah dari berbagai negara Asia Tenggara. Dengan demikian, diharapan seluruh peserta berbagi pengalaman, membahas tantangan, serta merumuskan langkah kolaboratif dalam menangani isu statelessness di kawasan.
Acara dibuka oleh Prof. Amara Pongsapich, Ketua National Human Rights Commission of Thailand. Ia menegaskan bahwa “Human rights are inalienable rights of all peoples regardless of who they are or where they live. But in reality, human rights are guaranteed and effectively protected only when a person is legally recognized by a state.” Ia menggarisbawahi bahwa statelessness masih menjadi persoalan bersama di Asia Tenggara, meskipun sejumlah negara telah membuat kemajuan signifikan. Lebih lanjut ia menyatakan “This Roundtable provides a forum for academicians, experts and practitioners in the region to share their experiences in reducing and preventing statelessness. And to identify remaining challenges and appropriate responses”.
Jalannya Diskusi
Selama dua hari diskusi, para peserta menyoroti empat tema utama. Pertama mengenai identifikasi orang tanpa kewarganegaraan. Selanjutnya, kedua adalah pencegahan munculnya kasus statelessness baru. Kemudian yang ketiga adalah pengurangan jumlah populasi tanpa kewarganegaraan. Sedangkan yang keempat mengenai perlindungan hak-hak mereka.
Berbagai contoh praktik baik dipaparkan. Termasuk penggunaan basis data nasional, penyederhanaan prosedur administrasi kewarganegaraan, penguatan peran masyarakat sipil, serta kerja sama lintas batas untuk mengatasi kasus yang bersifat transnasional. Lebih lanjut, laporan resmi UNHCR mencatat: “States in the region have developed innovative ways to address statelessness, from flexible birth registration systems to targeted legal reforms… these approaches demonstrate that progress is possible even in complex political contexts.”
Dalam forum tersebut, Eddy Setiawan, Peneliti Senior di Institut Kewarganegaraan Indonesia—membagikan perspektif Indonesia mengenai tantangan implementasi Undang-Undang Kewarganegaraan. Khususnya dalam konteks perlindungan terhadap kelompok rentan dan diaspora. Lebih jauh ia menyampaikan juga hasil penelitian terkait hambatan birokratis dan pentingnya harmonisasi kebijakan antara pusat dan daerah. Pandangan ini mendapat apresiasi karena memberikan gambaran konkret tentang dinamika statelessness di negara kepulauan dengan keberagaman etnis dan sejarah migrasi yang kompleks.
Diskusi berlangsung dalam suasana kolaboratif, dengan semangat mencari solusi yang realistis dan dapat diadaptasi sesuai konteks masing-masing negara. Sementara itu, perumusan hasil diskusi juga disusun dalam laporan oleh UNHCR. Judulnya: “Addressing statelessness is not only a legal or technical issue, but a moral imperative to ensure dignity and equality for all persons in the region.”
Ringkasan Rekomendasi
Berdasarkan diskusi intensif dan studi kasus dari berbagai negara Asia Tenggara, para peserta pertemuan merekomendasikan langkah-langkah berikut:
Memperkuat Sistem Identifikasi dan Registrasi
Mengembangkan mekanisme identifikasi yang efektif untuk menemukan populasi tanpa kewarganegaraan, termasuk melalui sensus, registrasi kelahiran, dan kerja sama lintas instansi.
Memastikan data terintegrasi dan dapat diakses oleh otoritas terkait, dengan perlindungan kerahasiaan data pribadi.
Mencegah Munculnya Kasus Baru Statelessness.
Menerapkan kebijakan birth registration yang fleksibel, tanpa diskriminasi berdasarkan status hukum orang tua.
Menyesuaikan kerangka hukum nasional agar sejalan dengan prinsip-prinsip konvensi internasional tentang pengurangan dan pencegahan statelessness.
Mengurangi Populasi Statelessness yang Ada.
Menyederhanakan prosedur naturalisasi, termasuk mengurangi biaya dan persyaratan administratif yang memberatkan.
Memberikan jalur kewarganegaraan khusus untuk kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, dan pengungsi.
Melindungi Hak-Hak Orang Tanpa Kewarganegaraan.
Menjamin akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan, dan perlindungan hukum.
Mengadopsi kebijakan non-diskriminasi dalam pelayanan publik.
Memperkuat Kerja Sama Regional.
Mendorong pertukaran informasi dan pengalaman antarpemerintah di Asia Tenggara.
Menyepakati mekanisme koordinasi regional untuk menangani kasus lintas batas.
Meningkatkan Kesadaran Publik dan Kapasitas Pemangku Kepentingan.
Melakukan kampanye publik untuk menghapus stigma terhadap orang tanpa kewarganegaraan.
Memberikan pelatihan kepada aparat pemerintah, LSM, dan komunitas terkait penanganan statelessness.
Kegiatan Expert Roundtable Discussion ini menjadi tonggak penting bagi penguatan upaya regional dalam mengakhiri statelessness. Dengan menempatkan kerja sama lintas negara sebagai kunci keberhasilan, hasil pertemuan ini diharapkan dapat menginspirasi kebijakan nasional dan regional yang lebih inklusif, efektif, dan berkeadilan. @esa