Di tengah arus transformasi digital pemerintahan, wacana tentang pelayanan publik berbasis data dan interoperabilitas antarinstansi menjadi semakin relevan. Pemerintah dituntut untuk tidak hanya menyediakan layanan cepat dan transparan. Tetapi juga memastikan bahwa setiap sistem informasi yang dimiliki lembaga negara mampu berinteraksi. Dapat saling terhubung dalam satu ekosistem yang aman, efisien, dan berorientasi pada warga negara. Dalam konteks inilah, berbagai inisiatif daerah untuk mengintegrasikan layanan publik perlu dibaca sebagai bagian dari tantangan menuju pemerintahan digital yang utuh dan inklusif.
Kantor Kementerian Agama bersama Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Bantul telah menandatangani perjanjian kerja sama. Tujuannya untuk mengintegrasikan pelayanan publik dalam bidang administrasi kependudukan dan keagamaan. Kolaborasi ini memungkinkan pertukaran data yang lebih efisien, terutama dalam pencatatan peristiwa penting seperti perkawinan, kematian, dan perubahan identitas kependudukan. Penandatanganan diadakan di Aula Kankemenag Bantul, Senin, 20 Oktober 2025.
Langkah tersebut tentu patut diapresiasi sebagai praktik baik di tingkat daerah. Namun, jika ditinjau dari perspektif kebijakan publik yang lebih luas, integrasi semacam ini seharusnya tidak berhenti pada kolaborasi daerah per daerah. Sistem layanan publik idealnya tidak bersifat parsial atau sektoral, tetapi terpadu secara nasional melalui interoperabilitas antar kementerian dan lembaga negara.
Signifikansi Interoperabilitas
Dalam konsep interoperabilitas, setiap sistem informasi pemerintahan dirancang untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung tanpa hambatan institusional. Dengan demikian, setiap peristiwa penting dalam kehidupan warga negara—mulai dari kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, perubahan jenjang pendidikan, perpindahan dalam dan luar negeri, hingga status kewarganegaraan ganda anak—dapat tercatat dan diperbarui secara otomatis dalam satu ekosistem data kependudukan nasional.
Sistem yang interoperabel akan menghasilkan pelayanan publik yang praktis, akurat, dan real-time. Warga tidak lagi perlu membawa berkas dari satu instansi ke instansi lain, karena data sudah tersedia lintas sistem secara digital dan terverifikasi. Lebih dari itu, interoperabilitas juga mendukung efisiensi birokrasi, sinkronisasi kebijakan antar kementerian, serta peningkatan akurasi data nasional yang menjadi dasar perencanaan pembangunan.
Bagi negara, interoperabilitas berarti penguatan tata kelola digital dan efisiensi sumber daya. Bagi warga negara, ia menghadirkan kemudahan, transparansi, dan rasa bahagia dalam berinteraksi dengan pelayanan publik. Karena itu, integrasi layanan Dukcapil dan Kemenag Bantul seharusnya dibaca bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai contoh kecil dari urgensi membangun sistem pelayanan nasional yang saling terhubung dan berorientasi pada warga negara.
Penulis meyakini bahwa masa depan pelayanan publik Indonesia akan ditentukan oleh kemampuan negara menghubungkan data dan manusia secara cerdas. Interoperabilitas bukan hanya soal teknologi, melainkan tentang kepercayaan dan kolaborasi antar institusi. Hal ini penting demi menghadirkan negara yang lebih efisien, humanis, dan berdaya guna bagi seluruh warganya. Sekaligus kita bisa ucapkan sayonara pada praktik ego sektoral antar kementerian dan lembaga pemerintah. @esa