loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

Kemajemukan menjadi Dasar Pembentukan Negara Bangsa

Kemajemukan menjadi Dasar Pembentukan Negara Bangsa

73 views
Kemajemukan menjadi dasar pembentukan Negara Bangsa
Illustrasi Solidaritas Bernegara
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

“Bersinergi menuju Kearifan Bernegara”, kiranya tema tepat dalam menyikapi kondisi bangsa yang memprihatinkan ini. Dan berbicara mengenai kearifan bernegara, tentu tidak lepas dalam semangat persaudaraan dan persatuan. Yang terus menggelora sejak pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 

Semangat Persaudaraan dan Solidaritas: Pondasi Awal Negara Bangsa

Sejarah tersebut dimulai sejak tahun 1908 (Boedi Oetomo) maupun 1928 (Sumpah Pemuda). Yang berupaya menyatukan berbagai kolektivitas yang bersifat kedaerahan (Jong Java, Jong Sumatraanen Bond, Jong Ambon, dsb).

Pada puncaknya, paham kebangsaan itu terikat bulat dalam wadah yang didirikan oleh para founding fathers. Yaitu Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kesepakatan yang sangat foundamental yang diambil dalam sidang BPUPKI, secara jelas dinyatakan bahwa ‘supaya sedapat mungkin dari segala lapisan. Bukan saja dari Tanah Jawa, tetapi pula dari Sumatra dan tempat lain ada wakilnya ….. ‘. Dalam suasana seperti itu yang tanpa diskriminasi apapun, baik agama, ras, suku, maupun antar golongan. Segenap orang yang berkumpul di tempat sidang mampu saling memahami kepentingan satu sama lain.

Perjuangan bangsa ini didasarkan pada rasa solidaritas yang tidak terbatas pada solidaritas suku bangsa, daerah asal, ras, ataupun keagamaan. Melainkan merupakan kolektivitas atas dasar rasa solidaritas yang melewati batas-batas kesukuan, kedaerahan, rasial, ataupun keagamaan. Dasar tersebut dalam kebangsaan Indonesia.

 

Nasion dalam Pandangan Ernest Renan: Kesatuan Jiwa dan Solidaritas

Sebagaimana konsep nation dari Ernest Renan, adalah suatu kesatuan solidaritas. Kesatuan yang terdiri atas manusia-manusia yang saling merasa bersetiakawan dengan satu sama lain. “Nasion adalah suatu jiwa, suatu asas spiritual, ….. Ia adalah suatu kesatuan solidaritas yang besar, tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau. Dan yang oleh manusia-manusia yang bersangkutan bersedia dibuat di masa depan. Nasion mempunyai masa lampau, tetapi ia melanjutkan dirinya pada masa kini melalui suatu kenyataan yang jelas. Yaitu kesepakatan, keinginan yang dikemukakan dengan nyata untuk terus hidup bersama”.

 

Menyadari Kemajemukan: Indonesia Lahir dari Keanekaragaman

Untuk dapat menggalakkan persatuan dan persaudaraan bangsa dengan menyadari kemajemukan sebagai dasar pembentukan negara bangsa. Tentu dituntut untuk mengetahui masalah yang dihadapi, dan memahami konsep kebangsaan yang dilahirkan oleh para founding fathers.

Dalam menghadapi masalah-masalah integrasi nasional, atau masalah persatuan golongan-golongan yang amat beraneka-ragam di kepulauan kita ini. Banyak orang, termasuk pejabat-pejabat Pemerintah, sering membuat kekeliruan dengan beranggapan bahwa bangsa Indonesia merupakan kesatuan yang menghilangkan kemajemukan.

Mereka tidak menyadari bahwa Negara Bangsa ini lahir dari kemajemukan bangsa. Yang bisa menampilkan diri sebagai orang Indonesia Islam, orang Indonesia Kristen, orang Indonesia Sunda, orang Indonesia Jawa, orang Indonesia Bali. Orang Indonesia Tionghoa, orang Indonesia Arab, atau lainnya, namun tetap bangsa Indonesia.

Apa yang hendak kita kembangkan dan upayakan sebagai orang-orang Indonesia adalah solidaritas sebagai bagian dari nasion Indonesia. Sedemikian rupa sehingga bilamana ada tuntutan solidaritas yang berbeda, atau malah yang bertentangan. Maka yang diutamakan adalah perasaan persaudaraan dan persatuan kebangsaan Indonesia.

Dengan demikian, perjalanan negara bangsa harus tetap mengacu pada semangat para pendiri bangsa. (Sebagaimana para anggota BPUPKI dan PPKI terdiri dari berbagai latar belakang yang lintas suku, agama, etnis, maupun golongan). Dimana walaupun adanya kemajemukan namun tetap saling menghormati satu sama lain.

 

Perdebatan Konsep Kebangsaan: Antara Geopolitik dan Sejarah

Dalam perumusan Pancasila yang menjadi dasar negara, masalah kebangsaan menjadi salah satu fundamental berdirinya negara ini disamping masalah moral. Moh Hatta menuliskan bahwa Soekarno menginginkan dasar yang pertama adalah kebangsaan. Ia menghendaki satu nationale Staat yang meliputi seluruh kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan.

Konsep kebangsaan yang dilontarkan oleh Soekarno ini mengacu pada dalil-dalil geopolitik. Khususnya Blut und Boden Theorie yang diutarakan oleh Karl Haushofer. Dari aspek historis, teori tersebut sesungguhnya dasar bagi imperialisme Jerman. Yang lebih menarik lagi, jika teori persatuan darah dan tanah air dijadikan sebagai sebuah kebenaran. Maka Jerman akan memiliki wilayah yang lebih luas lagi.

Begitu juga dengan ide Indonesia, jika teori tersebut dijadikan sebagai pedoman. Maka wilayah Indonesia akan meliputi seluruh Kalimantan dan Filipina adalah termasuk bagian integral dari Indonesia. Akan tetapi, pada kenyataannya. Seiring dengan semangat nasionalisme di Asia pada saat itu, faktor sejarah mampu mengalahkan teori geopolitik saat itu.

 

Definisi Bangsa: Kesadaran Senasib dan Pengalaman Historis Bersama (Moh. Hatta)

Dengan demikian persoalan kebangsaan sulit untuk dijabarkan secara ilmiah. Persamaan asal, bahasa, dan agama tidak dapat dijadikan kriteria dasar suatu bangsa. Kompleksnya mendefinisikan arti suatu bangsa dapat dilihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh beberapa pemikir berikut:

  1. Ernest Renan, Que-est-ce que une nation? Jawabnya: le desir d’etre ensembel (keinginan untuk hidup bersama).
  2. Otto Bauer, Was ist eine Nation? Jawabnya: Eine nation ist eine aus schicksalgemeinschaft erswachsene charaktergemeinschaft (Suatu bangsa ialah suatu masyarakat yang muncul dari masyarakat senasib).
  3. Lothrop Stoddard, Nationalis,e is a belief, held by a fairly large number of individuals that they constitute a “nationality”. It is a sense of belonging together as a “nation”.

Teori geopolitik semata tidak dapat merumuskan definisi sebagai suatu bangsa. Pengalaman-pengalaman sejarah yang dialami bersama menjadi salah satu kriteria definisi kebangsaan.

Secara bijaksana, Moh Hatta menjelaskan bahwa bangsa ditentukan oleh keinsafan sebagai suatu peresekutuan yang tersusun menjadi satu. Yaitu keinsafan yang muncul karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsafan yang bertambah besar oleh karena pengalaman-pengalaman historis yang dialami bersama yang tertanam sebagai riwayat bersama dalam hati dan pikiran.

 

Tantangan dan Cita-Cita: Menggalang Persatuan Melawan Disintegrasi

Dalam perspektif yang luas dan jauh, upaya menggalang persaudaraan dan persatuan bangsa secara terus menerus adalah penting. Sebab apabila tidak digerakkan, maka dapat merupakan sumber ancaman yang potensial. Munculnya kerawanan sosial kultural, rasial, sosial ekonomi, dan sosial politik yang bersifat disintegratif yang akhirnya dapat merupakan kerawanan nasional.

Setiap insan Indonesia, tentu menginginkan suatu tata kehidupan yang rukun, mengembangkan diri tanpa merugikan golongan lain dan bahkan membantu. Mendukung golongan lain, sehingga terwujud suatu masyarakat yang demokratis, adil, dan pluralis.

Memperjuangkan cita-cita yang demikian, tentunya tidak mudah, dan tidak begitu saja terwujud sebagai kenyataan – membutuhkan waktu yang cukup lama. Bukan pula tugas orang-perorang atau golongan-golongan tertentu saja. Tetapi tugas seluruh nasion, tugas kita semua, dan semoga tekad ini menjadi concern kita bersama.***

https://www.yayasan-iki.or.id/opini/30/10/2025/sejarah-warga-tionghoa-dalam-kewarganegaraan-indonesia/

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?