loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

UMY Soroti Tantangan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora

UMY Soroti Tantangan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora

7 views
Tantangan Kewarganegaraan Ganda Bagi Diaspora Indonesia di Turki jadi Sorotan Prof. Zuly Qodir dari UMY (Foto: LLDIKTI V)
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Mobilitas global yang semakin tinggi dan meningkatnya pernikahan lintas negara membuat isu kewarganegaraan ganda kembali mengemuka. Dalam sebuah kegiatan pengabdian masyarakat yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Yang diselenggarakan di Indonesia Community Center KBRI Ankara, wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan UMY, Prof. Dr. Zuly Qodir, M.Ag, menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi diaspora Indonesia yang tinggal di Turki.

Keterangan tersebut disampaikan Zuly setelah mengikuti kegiatan bersama Komunitas Gelin Indonesia Ankara. Kegiatan diadakan pada Sabtu, 25 Oktober 2025. Dalam pemaparannya kepada komunitas diaspora, ia menekankan bahwa kewarganegaraan ganda “tidak sesederhana memiliki dua paspor.” Sebab status tersebut membawa implikasi hukum, sosial, dan politik yang kerap tidak disadari.

Salah satu isu utama yang dijelaskan Zuly adalah keterbatasan hak politik warga negara ganda di Turkiye. Menurutnya, diaspora yang memegang dua kewarganegaraan memang memiliki hak memilih, tetapi tidak memiliki hak untuk dipilih dalam jabatan publik. “Haknya berhenti pada hak memilih, bukan hak untuk dipilih,” jelasnya.

Artinya, meskipun diaspora dapat berpartisipasi dalam pemilu Turki—seperti pemilihan presiden, parlemen, ataupun kepala daerah—mereka tidak dapat mencalonkan diri sebagai kandidat.

Kepemilikan Properti, Status Hukum hingga Soal Adaptasi

Zuly juga menyoroti persoalan akses terhadap kepemilikan properti. Di Turkiye, warga non-asli umumnya hanya bisa memegang properti dengan status sementara atau hak guna bangunan, bukan hak milik penuh.

Hal ini mencerminkan bagaimana diaspora berada dalam posisi “di antara dua sistem hukum”, sehingga tidak sepenuhnya memperoleh perlindungan atau akses yang sama dengan warga negara asli.

Selain aspek hukum, Zuly menekankan bahwa adaptasi sosial merupakan tantangan besar yang tak kalah penting. Menurutnya, adaptasi non-fisik—seperti bahasa, nilai budaya, dan pola interaksi sosial—sering kali menjadi faktor penentu keberhasilan integrasi diaspora di negara tujuan.

Ia juga mengingatkan bahwa situasi serupa dialami diaspora Indonesia di berbagai negara lain, termasuk Jepang, Korea Selatan, Kanada, Prancis, Belanda, dan Jerman. Fenomena tersebut biasanya terkait pernikahan lintas negara atau perolehan izin tinggal permanen yang kemudian membuka peluang kewarganegaraan ganda.

Rekomendasi bagi Pemerintah Indonesia

Melihat kompleksitas isu ini, Zuly mendorong pemerintah untuk memperkuat kebijakan perlindungan hukum bagi diaspora yang memiliki status ganda. Ia berpendapat bahwa kejelasan regulasi diperlukan agar warga Indonesia di luar negeri tetap dapat menikmati hak-haknya tanpa kehilangan ikatan kebangsaan.

“Negara perlu hadir dengan aturan yang jelas agar warga Indonesia di luar negeri tetap terlindungi hak-haknya tanpa kehilangan rasa kebangsaan,” tegasnya.

Di akhir pemaparannya, Zuly mengajak diaspora untuk menjaga solidaritas dan martabat bangsa, di mana pun mereka berada.@esa

Sumber: Berita LLDIKTI V

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?