
Konsekuensi Statelessness pada Anak
“I question my very existence, my very essence of being human. We don’t want to live or die as ghosts.” 1 Kutipan ini berasal dari


“I question my very existence, my very essence of being human. We don’t want to live or die as ghosts.” 1 Kutipan ini berasal dari

“Without a birth certificate, you don’t exist in the eyes of the state.”— Filippo Grandi, Komisaris Tinggi UNHCR. Akta kelahiran bukan sekadar dokumen administratif pencatatan

“No child should be born stateless.”— António Guterres, saat menjabat sebagai Komisaris Tinggi UNHCR. Kewarganegaraan bukan sekadar status administratif, melainkan prasyarat bagi seseorang untuk diakui,

Fenomena anak tanpa kewarganegaraan (statelessness) merupakan salah satu persoalan serius dalam tata kelola kewarganegaraan global. Seorang anak yang tidak diakui keberadaannya oleh negara manapun menghadapi

Jutaan orang di dunia hidup tanpa kewarganegaraan, dan yang lebih memprihatinkan, sepertiganya adalah anak-anak. Kondisi ini membuat mereka rentan terjebak dalam lingkaran kemiskinan, tidak bisa

Kewarganegaraan di Indonesia bukan sekadar status hukum. Ia adalah kunci pengakuan negara terhadap eksistensi seseorang sebagai bagian dari komunitas nasional. Tanpa kewarganegaraan, seseorang bisa kehilangan

Indonesia merupakan salah satu negara yang kerap menjadi tempat transit bagi pengungsi internasional. Meskipun Indonesia bukan merupakan negara pihak dari Konvensi 1951 tentang Pengungsi. Bahkan
Institut Kewarganegaraan Indonesia disingkat IKI, adalah organisasi sipil yang bersifat nirlaba, yang bergerak di bidang pengkajian, penelitian, pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, penyebaran informasi dan penerbitan, serta advokasi di bidang kewarganegaraan, kependudukan dan penghapusan diskriminasi