loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

Bolak Balik Deportasi: Tragedi Amira (2)

Bolak Balik Deportasi: Tragedi Amira (2)

12 views
Amira setelah dilaporkan seseorang ke kantor imigrasi terkait status kewarganegaraannya. Akhirnya mengalami bolak balik deportasi antara pihak Indonesia dan Malaysia.
Amira di Rumah Detensi Kantor Imigrasi Agam (Foto: Halbert Caniago BBC)
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Amira yang sehari-hari bekerja di sebuah peternakan burung puyuh tersebut, setelah berkeluarga tetap menjalani hari-hari normalnya di Payakumbuh. Hingga suatu hari di tahun 2024, seseorang melaporkan status dirinya ke Kantor Imigrasi Agam secara tertulis. Bahkan akhirnya status kewarganegaraan ibunya juga terungkap. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melalui Kantor Imigrasi  melakukan tindakan deportasi terhadap keduanya. Tapi ternyata tidak cukup sampai disitu, yang terjadi Amira bolak balik di deportasi baik oleh imigrasi Indonesia maupun Malaysia.

Ironisnya, deportasi ini membuat keluarga Amira terpisah-pisah ke tiga negara. Nuraini dideportasi ke Singapura, negara asalnya pada 12 Juni 2024. Sedangkan Amira yang berkewarganegaraan Malaysia dideportasi ke Malaysia pada 25 Oktober 2024. Sementara anaknya, Z tetap berada di Indonesia dan saat ini dijaga pemilik peternakan puyuh tempat Amira bekerja.

Setelah melakukan tindakan deportasi, Kantor Imigrasi Agam juga mengembalikan KTP El yang bersangkutan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Payakumbuh pada 29 Oktober 2024. Oleh karena itu Dinas Dukcapil pun secara prosedur seharusnya sudah menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan atau NIK yang bersangkutan.

Persoalan di Malaysia

Amira ketika tiba di Malaysia setelah dideportasi, segera menghadap ke Jabatan Pendaftaran Negara atau JPN untuk mengurus dokumen kependudukannya. Namun, jawaban yang diberikan sungguh mengejutkan. Ia tidak diakui sebagai warga negara Malaysia, sekalipun ia telah menunjukkan akta kelahirannya. Bahkan datanya terdeteksi sebagai warga negara Malaysia yang bukan dirinya. Ia pun dicurigai hanya mengaku-ngaku warga negara sehingga urusan pun menjadi tidak sederhana.

Apesnya, saat masih dalam proses pengurusan dokumen kependudukannya tersebut Amira terjaring razia imigresen Malaysia. Ia terjaring bersama orang-orang lainnya yang disebut PATI atau Pendatang Asing Tanpa Ijin. Meski ia telah menjelaskan bahwa ia adalah orang Malaysia yang dideportasi dari Indonesia, memiliki akta kelahiran Malaysia dan sedang mengurus dokumen kependudukan. Ia tetap dikirim ke Penjara Kajang dan menjadi tahanan selama dua bulan. Petugas imigresen menyatakan tidak ada data keimigrasian tentang deportasi yang bersangkutan di dalam sistem.

Deportasi ke Indonesia, Deportasi ke Malaysia (Lagi)

Pada masa penahanan di Kajang inilah petugas menemukan foto KTP WNI Amira, dan memverifikasinya ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia atau KJRI. Pihak KJRI menyatakan KTP elektronik atas nama yang bersangkutan valid dan aktif. Entah KJRI sudah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Dukcapil atau belum. Karena, jika pengakuan pihak imigrasi telah mengembalikan KTP yang bersangkutan ke dukcapil Payakumbuh benar. Maka seharusnya KTP tersebut sudah tidak aktif, kecuali ada kelalaian sehingga KTP tidak dinon aktifkan.

Pihak berwenang Malaysia pun jadi memiliki dasar hukum untuk melakukan deportasi terhadap Amira. Ia dianggap sah sebagai warga negara Indonesia, yang dibuktikan dengan status kewarganegaraan pada KTP elektronik yang dinyatakan masih berlaku dan valid oleh perwakilan RI. Pihak KJRI kemudian merespon tindakan deportasi dari imigresen Malaysia tersebut dengan menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor atau SPLP. Berbekal SPLP inilah Amira dapat kembali ke Indonesia, pada 27 Maret 2025.

Sekira 5 bulan ia dapat berkumpul kembali dengan anaknya di Payakumbuh. Namun, pada 21 Agustus 2025 Amira mendatangi kantor imigrasi Agam, bermaksud mengurus surat keterangan WNI. Surat tersebut dibutuhkannya untuk mengaktifkan KTP WNI yang telah dinonaktifkan pihak Disdukcapil Payakumbuh. Ia bermaksud pindah alamat ke Lima Puluh Kota. Imigrasi pada 28 Agustus 2025 kemudian berkomunikasi dengan KJRI di Johor Bahru terkait penerbitan SPLP atas nama yang bersangkutan. KJRI kemudian pada 17 September 2025 menerbitkan pembatalan SPLP Amira, dan ia pun kembali ditahan pada 19 September 2025. Pembatalan penerbitan SPLP tersebut menjadi dasar hukum bagi imigrasi Indonesia untuk melakukan deportasi sekali lagi pada 17 Oktober 2025. Sungguh tragis dan tak terbayangkan kesulitan dan kepedihan seseorang yang harus mengalami bolak balik deportasi seperti ini.

……….Bersambung.

Sumber:

Yola Sastra, Kompas.Id

Halbert Caniago,BBC.Com,

Muhammad Afdal Afrianto, Tribunnews Padang

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?