Jumlah warganegara bisa menjadi kekuatan sekaligus kelemahan suatu negara di dunia. Negara-negara dengan jumlah warganegara yang besar namun dapat mengoptimalkannya, terbukti memperoleh berbagai keuntungan dalam mengembangkan negaranya. Singapura dengan jumlah penduduk yang tergolong kecil, saat ini berusaha mengantisipasi berbagai kemungkinan ke depan dengan suatu aturan baru untuk menambah jumlah warganegaranya.
Sedikitnya 4.000 warga Singapura berkumpul di Speaker’s Corner, Sabtu (16/2) untuk memprotes rencana pemerintah membuka lebar-lebar kesempatan bagi warga negara asing yang berminat menjadi warga negara Singapura. Oleh karena itu, rencana menambah populasi melalui naturalisasi warga negara asing itu diajukan Pemerintah Singapura pada Januari dan dibahas di parlemen pada 8 Februari. Dalam rancangan peraturan baru tersebut pemerintah berencana menambah populasi Singapura sebanyak 30 persen, dari 5,3 juta orang saat ini menjadi 6,9 juta orang pada 2030. Sebanyak 45 persen dari penambahan diharapkan berasal dari WNA yang melakukan naturalisasi menjadi warga negara Singapura.
Perdebatan hingga Unjuk Rasa
Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam pemaparannya di parlemen menyebut bahwa Singapura tidak cukup hanya mengandalkan populasinya yang diperkirakan akan berjumlah 6 juta orang pada 2030. Apalagi angka pertumbuhan penduduk di Singapura terbilang kecil, dan menghadapi problem populasi penduduk yang semakin menua. ”Angka 6,9 juta orang bukan target yang ditetapkan, melainkan sekadar untuk membantu merencanakan infrastruktur,” ujar Lee.
Usul pemerintah itu mengundang perdebatan selama lima hari di parlemen, di sisi lain rakyat Singapura mengekspresikan kekhawatirannya melalui demonstrasi yang dilakukan di lokasi resmi tempat berdemonstrasi. Semangat para demonstran yang mencoba menyampaikan keberatan terhadap gagasan ini tidak surut meski hujan deras terjadi hari itu.
”Kami ingin menunjukkan kepada pemerintah bahwa rencana kebijakan tersebut sangatlah tidak populer dan ngawur,” ujar koordinator aksi, Gilbert Goh. Menurut Goh dan para pengunjuk rasa lain, lonjakan jumlah imigran yang dinaturalisasi akan memicu kekacauan baru.
Tak Lagi di Media Sosial
”Besarnya jumlah warga yang hadir di sini menunjukkan rakyat tak takut lagi menunjukkan ketidaksukaan mereka secara langsung. Tak perlu lagi lewat Facebook atau situs jejaring sosial lain,” ujar Goh. Selain itu, pengunjuk rasa mengatakan, negara itu sudah terlalu padat penduduknya. Kehadiran pendatang selama satu dekade terakhir dituding sebagai penyebab berbagai persoalan. Diantaranya adalah penghasilan yang stagnan, transportasi umum semakin padat, dan melonjaknya harga properti.
Sementara itu, jubir pengunjuk rasa, Samantha Chia, menyatakan khawatir terhadap proses adaptasi para imigran. Namun sayangnya, rencana kebijakan baru tersebut kemungkinan besar akan disetujui karena telah didukung oleh partai berkuasa, Partai Aksi Rakyat (PAP).
Para pengunjuk rasa tampak mengusung sejumlah poster bernada protes seperti ”Selamatkan Singapura-Katakan tidak pada 6,9 juta” dan ”Stop menjual keanggotaan”.(AP/AFP/BBC/DWA)
Sumber: kompas.com Senin, 18 Februari 2013, dikutip Selasa, 19 Februari 2013.
One Response
Mantap