JAKARTA, IKI
Cinta itu “lemah lembut”, penuh perhatian karenanya Dukcapil hanya mencatat para pihak yang memiliki “loh hati” yang lemah lembut penuh pesona.
Perkawinan beda agama telah terjadi sejak dahulu kala meskipun baru pada September 2022, Pengadilan Negeri (PN) di seluruh Indonesia mengizinkan perkawinan beda agama.
Hampir tidak ada masalah serius yang timbul dari pasangan pernikahan beda agama oleh karena cinta yang melandasi pernikahan tanpa paksaan dari pihak manapun juga, ketika pernikahan dilangsungkan.
Cinta itu mulia, murah hati dan demikian sederhananya dua loh hati berpadu dalam rasa saling menghargai, dan mengikatnya dengan gamblang dalam janji sehidup semati, sepenanggungan dalam suka dan malang.
Konstitusi negara sudah juga mencantumkan perihal pernikahan seperti tertuang pada Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 ditegaskan kalau setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, di mana ketentuan ini pun sejalan dengan:
Pasal 29 UUD 1945 tentang dijaminnya oleh Negara kemerdekaan bagi setiap Warga Negara untuk memeluk agamanya masing-masing.
Bagaimana Dukcapil Mencatatnya?
Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) menanggapi soal beberapa pengadilan yang mengizinkan pernikahan beda agama untuk dicatat negara, seperti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, PN Jakarta Timur, dan PN Surabaya.
“Dalam hal ini Disdukcapil hanya mencatatkan apa yang sudah menjadi penetapan pengadilan dan tidak dalam konteks mengesahkan perkawinan,” kata Dirjen Dukcapil Prof Zudan Arief Fakhrullah,
Zudan menyatakan kebijakan itu berdasarkan pada Pasal 35 huruf a Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal itu mengatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ‘Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan’ adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.
Dalam Pasal 7 ayat 2 huruf l UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga diatur bahwa Pejabat Pemerintahan wajib mematuhi putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
“Maka setelah ada penetapan pengadilan maka sebagai institutions negara yang taat hukum, Dinas Dukcapil melaksanakan penetapan pengadilan.
Dalam hal ini Disdukcapil hanya mencatatkan apa yang sudah menjadi penetapan pengadilan dan tidak dalam konteks mengesahkan perkawinan,” ujar Zudan tegas.
Sejumlah Pengadilan Negeri (PN) di Indonesia mulai mengizinkan pernikahan beda agama. Hakim kemudian memerintahkan Dinas Dukcapil mencatat peristiwa itu dengan segala akibat hukumnya.
“Pada dasarnya keinginan para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan dengan berbeda agama tidaklah merupakan larangan berdasarkan UU Nomor 1 tahun 1974. (Hilabame@yi82006)