loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

Veteran Tanpa Status Kewarganegaraan AS

Veteran Tanpa Status Kewarganegaraan AS

5 views
Congressional Research Service menyatakan terhadap 100.000 veteran militer Amerika Serikat tidak memiliki kewarganegaraan.
Aksi Menuntut Penghentian Deportasi Veteran Militer Amerika Serikat (Foto: April Arerola)
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kasus Julio Torres, seorang veteran Korps Marinir Amerika Serikat yang pernah bertugas di Irak, menggambarkan dilema serius yang dihadapi ribuan veteran non-warga negara di Amerika Serikat. Torres, yang lahir di Meksiko dan pindah secara sah ke AS pada usia lima tahun, mengabdikan diri pada militer dengan keyakinan bahwa pengorbanannya akan membuka jalan menuju kewarganegaraan. Namun kenyataannya berbeda.

Setelah bertahun-tahun bergulat dengan trauma pascaperang (PTSD), kecanduan, dan kasus hukum terkait narkoba, Torres kini hidup dalam bayang-bayang deportasi. Meski memiliki kartu tinggal tetap (green card) dan rekam jejak pengabdian militer, ia pernah ditahan otoritas imigrasi AS dan hingga kini takut beraktivitas bebas karena ancaman razia imigrasi di bawah kebijakan Presiden Donald Trump.

“Saya berjuang untuk bangsa ini agar bisa membesarkan anak-anak saya di sini. Tapi jika saya dideportasi, lalu untuk apa semua pengorbanan itu?” ujar Torres dengan nada getir.

Ribuan Veteran di Persimpangan

Data Congressional Research Service memperkirakan ada lebih dari 100,000 veteran militer di AS yang tidak memiliki status kewarganegaraan. Padahal, perekrut militer kerap menyebut jalur pengabdian sebagai “jalan cepat” menuju naturalisasi. Ketidaksinkronan antara janji tersebut dan kenyataan membuat banyak veteran rentan menjadi korban kebijakan deportasi.

Kondisi ini memicu keprihatinan di Kongres. Sejumlah anggota DPR dari Partai Demokrat maupun Republik mengajukan rancangan undang-undang untuk memastikan veteran non-warga negara mendapat perlindungan hukum.

Salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang Perlindungan Veteran Imigran yang diperkenalkan oleh Mark Takano (Demokrat, California). Oleh karena itu lebih populer disebut RUU Takano. menuntut Departemen Keamanan Dalam Negeri mengidentifikasi veteran imigran serta memberi mereka akses mudah untuk mengajukan kewarganegaraan. RUU tersebut juga didukung Maria Elvira Salazar (Republik, Florida) dan Aumua Amata Coleman Radewagen (delegasi Republik dari Samoa Amerika).

“Bertempur untuk Amerika adalah salah satu pengabdian paling mulia. Menyedihkan bila veteran non-warga negara justru menghadapi deportasi meski sudah mengorbankan nyawa mereka,” kata Salazar.

Dampak Psikologis dan Sosial

Ancaman deportasi semakin memperburuk kondisi mental para veteran. Torres mengaku PTSD yang dialaminya makin parah karena hidup dalam ketakutan. Ia merasa tidak merdeka bahkan untuk sekadar berbelanja bersama anak-anaknya. Situasi ini memperlihatkan bagaimana kebijakan imigrasi tidak hanya menyangkut administrasi hukum, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan mental dan integrasi sosial para veteran.

Kisah serupa dialami David Bariu, veteran yang pernah dideportasi ke Kenya pada 2008. Ia mengalami depresi, kesulitan mencari pekerjaan, hingga harus menyembunyikan identitas militernya karena takut ancaman kelompok bersenjata. Baru setelah adanya program khusus di bawah pemerintahan Biden, Bariu bisa kembali ke AS dan kini aktif mendampingi veteran lain yang mengalami hal serupa.

Jalan Terjal Menuju Kewarganegaraan

Secara formal, imigran dengan izin tinggal tetap memang berhak mengajukan kewarganegaraan melalui jalur dinas militer. Namun, proses ini kerap terhambat karena penempatan di berbagai pangkalan atau penugasan di luar negeri. Pada masa kepresidenan Trump, hambatan semakin besar dengan adanya syarat waktu tunggu tambahan dan penutupan kantor imigrasi di sejumlah pangkalan militer.

RUU Takano berusaha menghapus kerumitan tersebut dengan memberi kesempatan bagi anggota militer untuk mengajukan naturalisasi sejak pelatihan dasar, serta menyiapkan mekanisme khusus dalam proses deportasi yang melibatkan veteran.

Perbandingan dengan Negara Lain

Kasus di Amerika Serikat ini menjadi menarik bila dibandingkan dengan kebijakan di negara lain. Kanada misalnya, pemerintahnya justru sejak lama menyediakan jalur cepat naturalisasi bagi anggota militer asing yang ikut bergabung dengan Canadian Armed Forces. Proses kewarganegaraan bisa dipercepat, dan veteran berstatus non-warga negara tidak dideportasi setelah masa tugas selesai, kecuali terlibat kejahatan berat.

Sedangkan di Inggris, anggota Commonwealth yang bertugas di British Armed Forces juga mendapat jalur naturalisasi lebih cepat. Bahkan, setelah lima tahun dinas aktif, mereka berhak mengajukan indefinite leave to remain (semacam izin tinggal permanen) yang menjadi pintu masuk kewarganegaraan Inggris. Pemerintah Inggris mengakui kontribusi militer sebagai bagian penting dari integrasi nasional.

Dua contoh ini memperlihatkan adanya paradigma berbeda: veteran dipandang sebagai aset bangsa yang harus dipertahankan, bukan sebagai beban imigrasi.

Antara Politik Imigrasi dan Penghargaan Veteran

Bagi sebagian legislator AS, isu ini tidak semata-mata persoalan imigrasi, tetapi juga penghormatan terhadap pengabdian militer. Meski demikian, dukungan politik masih terbelah, terutama karena kebijakan imigrasi kerap menjadi isu sensitif dalam politik domestik.

Torres sendiri menegaskan bahwa meski negara tidak mengakuinya sebagai warga, ia tetap menganggap Amerika sebagai tanah airnya.

“Saya mencintai bangsa ini. Bahkan meski saat ini bangsa ini tidak menganggap saya bagian darinya, saya tetap menganggap ini rumah saya,” tegasnya.@esa

Diolah dari: APNews/Stephen Grooves/Veterans who lack citizenship fear being swept up in Trump’s deportations

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

SKB 3 Menteri telah mengatur Cuti Bersama dan Libur Nasional 2026.
Info
Eddy Setiawan

Cuti dan Libur 2026

Hai, para pencari keseimbangan kerja dan hidup! Masih merasa burnout di penghujung 2025? Jangan khawatir, Surat Keputusan Bersama alias SKB

Baca Selengkapnya »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?