Di era globalisasi, isu kewarganegaraan semakin kompleks. Mobilitas orang antarnegara yang kian mudah membawa tantangan baru, mulai dari status hukum hingga identitas kewarganegaraan. Menyikapi hal ini, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tengah (Kemenkumham Sulteng) bersama Fakultas Hukum Universitas Tadulako (FH Untad) menggelar Sosialisasi Layanan Kewarganegaraan. Tema yang dipilih adalah “Hilangnya Kewarganegaraan: Implikasi Hukum dan Tantangan Terhadap Kedaulatan Negara.” Kegiatan yang bertujuan agar mahasiswa melek kewarganegaraan ini dilaksanakan di Ruang Vicon FH Untad, Palu, Kamis (7/8/2025).
Sosialisasi ini dilaksanakan secara hybrid agar jangkauannya lebih luas. Setidaknya lebih dari 100 mahasiswa hukum mengikuti kegiatan ini dengan antusias.
Kewarganegaraan Bukan Sekadar Dokumen
Dekan FH Untad, Dr. H. Awaluddin, membuka acara dengan menekankan pentingnya literasi hukum kewarganegaraan bagi mahasiswa. Menurutnya, isu ini bukan hanya bahan kajian akademis, tapi realitas yang dialami banyak WNI di luar negeri.
Pesan tersebut diperkuat oleh Kepala Kanwil Kemenkumham Sulteng, Rakhmat Renaldy. Ia menyebut hilangnya kewarganegaraan bukan hanya soal administratif, tapi juga soal jati diri bangsa.
“Setiap WNI yang kehilangan kewarganegaraannya sesungguhnya kehilangan bagian dari jiwanya sebagai anak bangsa,” tegasnya.
Rakhmat menambahkan, layanan kewarganegaraan pada dasarnya adalah bentuk negara hadir melindungi warganya. Mahasiswa hukum, katanya, perlu memahami isu ini agar bisa menjadi garda terdepan menjaga kedaulatan hukum Indonesia.
Fakta Mengejutkan: 764 Permohonan Penegasan Kewarganegaraan
Hadir secara daring, Direktur Tata Negara Ditjen AHU, Dulyono, S.H., M.H., menyampaikan arah kebijakan nasional terkait perlindungan status WNI. Ia menekankan pentingnya peran kampus dan komunitas hukum dalam menyebarkan literasi kewarganegaraan.
Sementara itu, Dr. Backy Krisnayuda, S.H., M.H., Kepala Subdirektorat Kewarganegaraan, mengungkapkan bahwa hingga 5 Agustus 2025 terdapat 764 permohonan penegasan kewarganegaraan yang masuk. Jumlah ini menunjukkan tingginya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang cepat dan substansial.
Ia juga menekankan perlunya wawancara yang mendalam dalam proses penegasan kewarganegaraan.
“Di balik dokumen, ada nasib dan identitas yang dipertaruhkan,” ujarnya.
Mahasiswa Jadi Agen Perubahan
Sesi tanya jawab berlangsung dinamis. Mahasiswa bertanya soal prosedur, kasus-kasus nyata, hingga arah kebijakan nasional terkait kewarganegaraan.
Kegiatan ditutup dengan pesan bahwa literasi kewarganegaraan harus menjadi gerakan nasional, bukan sekadar program birokrasi. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan yang membawa isu kewarganegaraan lebih dekat dengan publik.
“Kami ingin kegiatan ini bukan sekadar seremoni, tapi ruang edukasi publik yang melahirkan mahasiswa sebagai motor perubahan,” pungkas Rakhmat Renaldy.