loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

FISIP UI: RUU Penghapusan Diskriminasi Komprehensif

FISIP UI: RUU Penghapusan Diskriminasi Komprehensif

3 views
FISIP UI telah menggelar Simposium Nasional RUU Penghapusan Diskriminasi Komprehensif pada 16 hingga 17 September 2025 lalu.
Simposium Nasional RUU Penghapusan Diskriminasi Komprehensif, FISIP UI, Depok, 16 hingga 17 September 2025 (Foto: Dokumentasi FISIP UI)
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Indonesia memang telah memiliki Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi, sejak tahun 2008. Hal ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Namun bentuk-bentuk diskriminasi atau pembedaan sesungguhnya tidak hanya terbatas kedua hal tersebut. Apalagi dengan perkembangan dunia saat ini yang demikian dinamis. Sehingga bentuk-bentuk pembedaan juga berkembang dan memerlukan pemikiran, diskusi dan dialog yang lebih luas. Agar regulasi penghapusan diskriminasi menjadi lebih komprehensif, mencakup isu-isu kontemporer.

Oleh karena itu, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia menggelar Simposium Nasional. Kegiatan ini langsung menukik pada tema “Rancangan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Komprehensif.” Simposium yang diselenggarakan melalui Departemen Kriminologi FISIP UI tersebut, diadakan dua hari berturut-turut. Pada Selasa dan Rabu, 16 dan 17 September 2025. Gelaran ini adalah bagian dari kontribusi akademik dalam penguatan wacana keadilan sosial dan perlindungan terhadap kelompok rentan. Simposium dilangsungkan di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI, Depok.

Tema Besar Penghapusan Diskriminasi

Simposium tersebut menghadirkan empat tema besar yang saling berkaitan dan sangat relevan dengan kondisi sosial Indonesia saat ini. Pertama, membahas definisi dan cakupan diskriminasi yang inklusif. Kedua, menyoroti mekanisme penegakan hukum, akuntabilitas, dan pemulihan korban. Ketiga, menekankan upaya pencegahan diskriminasi yang efektif. Dan keempat, mendiskusikan strategi implementasi legislasi anti-diskriminasi secara efektif.

Diskriminasi, dalam berbagai bentuknya, masih menjadi persoalan nyata yang menimbulkan ketimpangan dan marginalisasi terhadap warga negara Indonesia yang tergolong dalam kelompok rentan. Ketimpangan ini tidak hanya berdampak pada individu yang menjadi korban, tetapi juga melemahkan struktur sosial secara keseluruhan. Salah satu intervensi penting untuk mengatasi ketimpangan tersebut adalah melalui penghapusan praktik diskriminatif yang sistematis.

Dalam sambutannya, Dekan FISIP UI, Prof. Semiarto Aji Purwanto, menegaskan komitmen universitas dalam memperjuangkan nilai-nilai keadilan sosial.

“Kita semua menyadari bahwa diskriminasi di Indonesia masih nyata. Hukum anti-diskriminasi yang komprehensif tidak boleh berhenti pada teks, tetapi harus hadir sebagai instrumen keadilan yang nyata dirasakan oleh warga, terutama mereka yang rentan dan selama ini tersisih dari perlindungan negara,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Semiarto menekankan bahwa peran universitas bukan hanya sebatas menghasilkan analisis akademik.

“Sebagai sebuah fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, FISIP UI mengambil posisi penting dalam isu ini. Kami meyakini, peran universitas bukan hanya menghasilkan analisis akademik, tetapi juga menghadirkan pengetahuan yang bermanfaat untuk mengubah kebijakan publik dan memperkuat masyarakat sipil,” tambahnya.

Ketiadaan kerangka hukum nasional yang komprehensif untuk melindungi kelompok rentan dari diskriminasi telah menimbulkan berbagai konsekuensi. Lingkungan hukum yang tidak memberikan sanksi tegas terhadap pelaku diskriminasi menciptakan impunitas, dan pada akhirnya menghambat akses keadilan bagi korban.

Menurut Fitri Sumarni dari Koalisi Nasional Kelompok Rentan Anti Diskriminasi (KAIN), ketiadaan landasan hukum yang kuat membuat upaya advokasi dan revisi kebijakan diskriminatif menjadi sulit dilakukan.

“Tanpa kerangka hukum nasional yang jelas, proses advokasi untuk pencegahan dan penghapusan praktik diskriminatif menjadi tidak memiliki pijakan kuat. Karena itu, penting bagi Indonesia untuk segera memiliki undang-undang penghapusan diskriminasi yang komprehensif,” jelas Fitri.

Fitri juga menegaskan bahwa undang-undang tersebut nantinya diharapkan dapat mendefinisikan berbagai bentuk kerentanan, seperti status kesehatan, ekonomi, orientasi seksual, identitas gender, maupun disabilitas. Selain itu, UU ini akan memberikan mekanisme keadilan yang jelas bagi korban diskriminasi, termasuk hak-hak mereka dan sanksi tegas terhadap pelaku.

Dalam konteks global, banyak negara telah lebih dulu mengadopsi undang-undang anti-diskriminasi yang komprehensif. Menurut Claude Cahn, Human Rights Officer dari OHCHR (Office of the High Commissioner for Human Rights), undang-undang semacam ini berfungsi strategis.

“Dengan satu undang-undang saja, negara dapat memenuhi banyak kewajiban internasional tentang hak asasi manusia. Selain itu, undang-undang ini memberi masyarakat alat untuk melawan diskriminasi secara langsung. Hak yang biasanya hanya tertulis di konstitusi atau perjanjian internasional bisa terasa jauh; tapi dengan undang-undang ini, orang bisa menggunakannya dalam kehidupan nyata,” terang Cahn.

Urgensi UU Penghapusan Diskriminasi Komprehensif

Ia menambahkan bahwa kehadiran UU anti-diskriminasi juga membantu pemerintah melihat dan menanggapi persoalan nyata di masyarakat yang sebelumnya mungkin tersembunyi di balik wacana abstrak. Melalui hukum, masalah menjadi konkret dan dapat diatasi secara sistematis, sekaligus memperkuat lembaga negara serta memberikan kepastian hukum bagi seluruh warga negara.

Simposium nasional ini menjadi ruang strategis lintas sektor dan lintas perspektif untuk membahas isu diskriminasi secara komprehensif. Selain memperkaya gagasan akademik, kegiatan ini juga diharapkan menghasilkan rekomendasi konkret dan terukur bagi pemerintah dan masyarakat sipil.

Dengan terselenggaranya simposium ini, FISIP UI menegaskan perannya sebagai pusat pengetahuan dan advokasi kebijakan publik yang berpihak pada keadilan, kesetaraan, dan inklusivitas sosial — menuju Indonesia yang lebih adil bagi semua.@esa

Sumber: FISIP UI

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?