Upaya mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk membatasi hak kewarganegaraan otomatis bagi bayi yang lahir di AS kembali terhambat. Meski Mahkamah Agung AS baru-baru ini memangkas kewenangan hakim federal untuk memblokir kebijakan secara nasional, para pendukung hak imigran beralih ke jalur class action.
Pembatasan Ius Soli ala Trump
Dalam kebijakan barunya, Trump hanya membolehkan bayi lahir di AS menjadi warga jika salah satu orang tuanya warga negara atau penduduk tetap. Artinya, asas ius soli di Amerika tidak lagi berlaku penuh seperti dulu. Kebijakan ini membatasi kelahiran dengan asas ius sanguinis. Bayi dari ibu yang sedang berkunjung sementara, seperti turis, pelajar, atau pengguna Visa Waiver, tidak mendapatkan kewarganegaraan secara otomatis, kecuali ayahnya warga negara atau penduduk tetap AS.
Biasanya, kebijakan seperti ini dapat langsung diblokir dengan national injunction. Hakim federal bisa menghentikan kebijakan agar tidak berlaku di seluruh Amerika. Namun, pada 27 Juni lalu Mahkamah Agung membatasi penggunaan national injunction. Kini, hakim tidak mudah lagi menghentikan kebijakan nasional yang dianggap melanggar konstitusi.
Aksi Kewarganegaraan
Merespon kebijakan Trump yang membatasi kewarganegaraan otomatis berdasarkan asas ius soli di AS, para pengacara dan aktivis imigran tidak kehabisan akal. Mereka segera memakai jalur class action. Melalui cara ini, ribuan bahkan jutaan orang terdampak bisa menggugat bersama-sama.
Pada Kamis (9/7) lalu, Hakim Distrik AS Joseph Laplante di New Hampshire mengabulkan status class action. Gugatan ini diajukan untuk melindungi bayi dari orang tua imigran. Hakim Laplante juga mengeluarkan blokir sementara agar kebijakan Trump tidak berlaku. Jika tidak diblokir, kebijakan ini mulai diterapkan pada 27 Juli mendatang.
“Putusan Mahkamah Agung memang menutup satu pintu, tetapi membuka pintu lain,” kata Muzaffar Chishti. Ia adalah peneliti senior di Migration Policy Institute. Menurutnya, kasus ini jadi ujian awal strategi hukum baru. Putusan Mahkamah Agung memaksa penggugat mengubah taktik hukum.
Mahkamah Agung belum memutuskan apakah kebijakan ini melanggar Konstitusi. Proses hukum masih berjalan. Hasil akhirnya akan menentukan masa depan birthright citizenship di Amerika Serikat.
Hak Kewarganegaraan otomatis dan WNI
Beberapa kasus WNI lahir di Amerika pernah muncul. Misalnya, pasangan WNI yang mendapat beasiswa lalu melahirkan di Amerika. Anaknya otomatis mendapat kewarganegaraan Amerika. Saat pulang ke Indonesia, anaknya masih ikut paspor orang tua. Saat dewasa, ia mengurus visa ke Amerika dan terdeteksi sebagai warga negara Amerika. Ia diberi paspor Amerika. Ia lalu memegang dua paspor, Indonesia dan Amerika. Padahal regulasi Indonesia melarang WNI memiliki paspor negara lain. Jika ketahuan, risikonya kehilangan status WNI. Kasus Archandra Tahar juga pernah mencuat. Ia sempat memiliki paspor Amerika saat akan diangkat jadi menteri. @esa
Sumber: disusun dari berbagai sumber