Di era digital saat ini, semakin banyak aplikasi yang mewajibkan pengguna untuk menyerahkan data pribadi, termasuk memfoto kartu tanda pengenal. Mulai dari aplikasi perbankan hingga platform e-commerce. Teknologi Optical Character Recognition (OCR) dan biometrik telah menjadi bagian integral dalam proses verifikasi identitas. Meskipun menawarkan banyak manfaat, risiko dan tantangan terkait privasi serta keamanan data pribadi juga meningkat seiring dengan penggunaannya yang meluas.
Kemudahan dan Manfaat
Salah satu keuntungan utama dari penerapan teknologi OCR adalah kemudahan dalam proses registrasi atau verifikasi akun pengguna aplikasi. Pengguna cukup memindai kartu identitas mereka, lalu data-data seperti nama, alamat, dan nomor identifikasi diekstrak secara otomatis oleh sistem.
Adapun proses ini dimulai saat pengguna mengunggah foto kartu identitas ke aplikasi. Kemudian dengan menggunakan teknologi OCR, aplikasi membaca dan mengekstrak informasi yang relevan, seperti nama, alamat, dan nomor identifikasi. Setelah data tersebut diolah, informasi akan dikirimkan ke server aplikasi untuk disimpan dalam database. Proses ini tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga mengurangi potensi kesalahan yang mungkin terjadi saat mengisi formulir secara manual. Di tengah kehidupan yang serba cepat, efisiensi semacam ini tentu menjadi nilai tambah yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Privasi Data Pribadi, Tantangan Keamanan, dan Regulasinya
Namun, kemudahan tersebut juga menghadirkan kekhawatiran terkait keamanan data pribadi. Semakin banyak aplikasi yang meminta data sensitif, seperti foto KTP atau data biometrik, semakin besar juga risiko pencurian identitas. Kasus penyalahgunaan data pribadi telah sering menjadi berita, menciptakan ketidakpastian tentang bagaimana data tersebut akan dikelola dan dilindungi. Ada pertanyaan mendasar: Apakah data yang dikumpulkan benar-benar aman, atau mungkin disalahgunakan untuk tujuan yang tidak diinginkan?
GDPR di Uni Eropa: Standar Perlindungan Data Global
Untuk mengatasi hal ini, banyak negara telah mengadopsi regulasi yang ketat guna melindungi data pribadi warganya. Di Uni Eropa, misalnya, berlaku General Data Protection Regulation (GDPR), yang merupakan salah satu regulasi perlindungan data paling komprehensif. GDPR memberikan hak-hak kuat bagi individu, seperti hak untuk mengakses, memperbaiki, atau bahkan menghapus data mereka. Di bawah aturan ini, perusahaan yang melanggar dapat dikenai denda hingga 4% dari pendapatan global mereka atau €20 juta, tergantung mana yang lebih besar. Selain itu, GDPR mewajibkan transparansi penuh dari perusahaan terkait pengelolaan data pribadi, serta persetujuan eksplisit dari pengguna sebelum data mereka dikumpulkan. (sumber https://gdpr-info.eu/art-83-gdpr)
Selain itu, pemerintah di negara-negara maju juga mengambil langkah-langkah konkret untuk memperkuat perlindungan data pribadi. Misalnya, mereka menerapkan audit keamanan data berkala, mengharuskan pengembangan kebijakan penghapusan data saat tidak lagi diperlukan, dan mendorong kolaborasi internasional untuk menangani pelanggaran lintas negara. Edukasi masyarakat juga menjadi prioritas, dengan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga privasi digital. Semua ini menciptakan sistem yang lebih aman dan teratur dalam pengelolaan data pribadi di negara-negara maju.
Berbeda dengan regulasi di negara-negara maju, Indonesia baru mulai menerapkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang disahkan pada tahun 2022. Meski sudah mengatur prinsip-prinsip dasar seperti hak akses dan hak penghapusan data, tantangan dalam implementasi masih cukup besar. Di Indonesia, transparansi dan persetujuan eksplisit dari pengguna belum selalu diterapkan secara konsisten. Meski ada ancaman denda bagi pelanggaran data, sanksi yang diterapkan masih relatif ringan dibandingkan dengan standar internasional seperti GDPR. Selain itu, Badan Perlindungan Data Pribadi (BPDP) yang bertanggung jawab untuk menegakkan UU ini masih dalam tahap pengembangan, sehingga pengawasan terhadap perlindungan data belum seefektif di negara maju.
Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Langkah Positif dan Tantangan
Meskipun demikian, langkah-langkah pemerintah Indonesia dalam mengadopsi regulasi ini adalah langkah positif yang patut diapresiasi. Penguatan regulasi dan sanksi perlu diiringi dengan penegakan hukum yang lebih tegas serta peningkatan edukasi bagi masyarakat terkait hak-hak mereka dalam perlindungan data. Kesadaran masyarakat tentang risiko pencurian data masih perlu ditingkatkan agar pengguna lebih kritis dan bijak dalam memberikan data pribadi kepada aplikasi atau layanan digital.
Di luar regulasi, terdapat tantangan lain yang juga perlu diperhatikan, yakni ketidaksetaraan akses teknologi. Tidak semua orang memiliki perangkat yang memadai atau pengetahuan tentang penggunaan teknologi seperti OCR dan biometrik. Ini menciptakan kesenjangan di mana kelompok-kelompok tertentu mungkin sulit mengakses layanan yang semakin digital. Di era di mana teknologi menjadi kunci untuk banyak layanan, apakah masyarakat siap untuk menghadapi kenyataan bahwa kelompok rentan bisa semakin terpinggirkan?
Tantangan ini juga membawa kita ke dilema etis yang lebih luas: sejauh mana kita bersedia mengorbankan privasi demi kenyamanan? Saat menggunakan aplikasi, apakah kita benar-benar memahami risiko yang kita hadapi, atau kita hanya fokus pada kemudahan yang ditawarkan? Oleh karena itu, menjadi penting bagi setiap individu selaku pengguna aplikasi untuk lebih kritis dan teliti dalam memilih aplikasi yang akan digunakan serta lebih berhati-hati sebelum memutuskan untuk menyerahkan dan mempercayakan data pribadi kepada aplikasi.
Solusi Alternatif dalam penggunaan Data Pribadi Masyarakat
Kesimpulannya, meskipun teknologi OCR dan biometrik menawarkan banyak manfaat, seperti efisiensi dan kemudahan akses, kita juga harus waspada terhadap potensi risikonya. Negara maju telah memberikan contoh dengan regulasi yang ketat, penegakan hukum yang kuat, dan inisiatif perlindungan data yang jelas. Indonesia sedang dalam perjalanan menuju perlindungan data yang lebih baik, tetapi masih memerlukan banyak pembenahan, terutama dalam hal implementasi dan kesadaran masyarakat.
Pengembang aplikasi diharapkan untuk memberikan opsi alternatif lain ketika pengguna diharuskan memverifikasi data diri. Tidak hanya mewajibkan pengguna untuk mengunggah dokumen kependudukan milik pengguna seperti KTP, atau bahkan yang lebih ekstrim lagi, pengguna diminta untuk berfoto dengan memegang KTP miliknya.
Beberapa opsi yang masih bisa digunakan untuk proses verifikasi, misalnya dengan melakukan kerjasama dengan Bank. Hal ini memungkinkan pengguna tidak perlu lagi menyerahkan data KTP atau melakukan selfie, karena pihak perbankan sudah memiliki data tersebut dan dapat mengkonfirmasi keabsahan identitas pengguna karena pengguna telah terverifikasi ketika menjalani proses pendaftaran nasabah Bank.
Opsi kerjasama dengan Bank juga dapat diperkuat dengan memanfaatkan API dari Dirjen Dukcapil untuk memverifikasi kebenaran data dan ditambahkan dengan pertanyaan pribadi seperti pengguna diminta menyebutkan nama ibu kandung.
Sebagai langkah konstruktif, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi risiko ini. Pertama, kampanye edukasi yang komprehensif perlu diperluas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perlindungan data pribadi. Kedua, regulasi di Indonesia harus diperkuat, termasuk penegakan sanksi yang lebih ketat bagi perusahaan yang melanggar ketentuan perlindungan data. Ketiga, pengembangan standar keamanan yang lebih ketat untuk aplikasi yang menggunakan teknologi OCR dan biometrik. Dan keempat, ada baiknya pemerintah mengeluarkan regulasi yang mengikat para pengembang atau penyedia aplikasi agar memberi opsi lain ketika diperlukan verifikasi data diri pengguna sehingga tidak selalu mewajibkan unggah berkas KTP milik pengguna.
Dengan langkah-langkah yang lebih tegas dari pemerintah, regulasi yang lebih baik, dan kesadaran masyarakat yang meningkat, kita dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan inklusif, di mana teknologi berfungsi untuk kebaikan bersama, bukan menjadi ancaman bagi privasi dan keamanan kita.