Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian baru-baru ini telah mengesahkan peraturan tentang nama. Hal ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2022 Tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan. Permendagri yang ditandatangani pada 21 April 2022 tersebut mengatur berbagai ketentuan, apa saja?
Pertama, pada pasal 4 ayat (2) huruf b dinyatakan bahwa jumlah huruf untuk penulisan nama pada dokumen kependudukan tidak melebihi 60 huruf, termasuk spasi. Kedua, untuk jumlah suku kata pada pencatatan nama di dokumen kependudukan paling sedikit terdiri dari dua suku kata. Nama yang dicatatkan juga harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir.
Penduduk yang sudah mencatatkan nama yang terdiri dari satu kata sebelum terbitnya permendagri ini dinyatakan tetap diakui. Meskipun sesungguhnya di instansi seperti imigrasi ataupun keperluan internasional, nama dengan satu kata menjadi persoalan tersendiri. Lazimnya, pada paspor nama dengan satu kata akan ditulis berulang.
Jika seorang penduduk bermaksud melakukan perubahan nama, dapat dilakukan berdasarkan keputusan pengadilan negeri. Perubahan tersebut kemudian dicatatkan ke disdukcapil di wilayah domisilinya. Permendagri juga mengatur mengenai pembetulan nama, dimana pencatatan pembetulan nama harus didasarkan pada dokumen otentik seperti ijazah misalnya.
Ketentuan selanjutnya pada pasal 5 ayat (1) dijelaskan berbagai ketentuan seperti: penggunaan huruf latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, dan diperkenankan mencantumkan nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain. Untuk gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat.
Selanjutnya ayat (2) menjelaskan bahwa nama marga, famili, atau yang disebut dengan nama lain sebagaimana dimaksud merupakan satu kesatuan dengan nama. Sedangkan pada ayat (3) diatur bahwa penulisan nama tidak boleh disingkat, juga dilarang menggunakan angka dan tanda baca serta gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
Ketentuan dua suku kata menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Prof. Zudan Arif Fakhrullah dalam berbagai kesempatan adalah untuk lebih memikirkan dan mengedepankan masa depan anak-anak Indonesia. Selain itu, memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, serta pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan.
Hal ini penting ketika seorang anak menempuh pendidikan ke luar negeri, dimana sebagian besar negara-negara di dunia memiliki standar nama dengan dua suku kata dan tanpa tanda baca. Sehingga peraturan ini sesungguhnya penting dalam interaksi kosmopolitan, dimana selain sebagai warganegara Indonesia juga sebagai warga dunia. @esa