loader image
021- 2510670
sekretariat@yayasan-iki.or.id

Menikah Ulang demi Pengakuan Negara

897 views
kompas id-3
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on email
Email

Sumber Kompas.id

Oleh: NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR

Kwee Sang Kun (73) dan Lim It Nio (60-an) telah menikah secara adat Tionghoa Benteng puluhan tahun lalu. Namun, mereka ”menikah ulang” demi mendapatkan akta perkawinan dan pengakuan dari negara.

 

Petugas dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Senin (24/2/2020), melayani pemohon KTP-elektronik di Mal Teraskota, Tangerang Selatan, Banten. Di mal tersebut terdapat satu mesin anjungan dukcapil mandiri (ADM) yang bisa digunakan untuk mencetak dokumen kependudukan

Mereka telah dikaruniai 6 anak, 12 cucu, dan 1 cicit. ”Waktu itu belum ada surat (akta perkawinan). Kalau anak-anak, sudah menikah resmi (pencatatan sipil). Kami malah menyusul,” kata Kwee Sang Kun sambil tersenyum, Minggu (8/3/2020) siang.

Mereka menikah di Cetiya Veluvana Arama, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten. Hari itu ada tujuh pasang pengantin yang menikah, bagian dari 66 pasang pengantin yang mengikuti pernikahan massal yang dilangsungkan bertahap sejak Agustus 2019.

Pernikahan massal itu diselenggarakan Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) bersama pengurus Cetiya Veluvana Arama dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tangerang.

Di usia senjanya, Kwee Sang Kun yang sehari-hari mencari nafkah sebagai petani itu ingin membagi warisan kepada anak-anaknya. Namun, pembagian warisan itu mensyaratkan surat atau dokumen kependudukan, termasuk akta perkawinan orangtua. Hal ini yang mendorongnya mengikuti pernikahan massal.

Meski beberapa kali datang ke instansi terkait, belum tentu surat diterbitkan. Kini, pandangan itu berangsur hilang karena pengurusan dokumen kependudukan lebih mudah.

Andi Setiawan (40) yang baru saja menikah ulang bersama pasangannya, Sherly (28), mengatakan, dulu mengurus dokumen kependudukan, seperti kartu tanda penduduk atau akta perkawinan, bagi warga keturunan Tionghoa cukup susah. Meski beberapa kali datang ke instansi terkait, belum tentu surat diterbitkan. Kini, pandangan itu berangsur hilang karena pengurusan dokumen kependudukan lebih mudah

Petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tangerang Selatan, Senin (24/2/2020), memberikan petunjuk bagi warga yang hendak mencetak KTP-el dengan mesin anjungan dukcapil mandiri.                                                                                                                                                                                                 

 

China Benteng

M Reza Zaini dalam tulisan ”Perjalanan Menjadi Cina Benteng: Studi Identitas Etnis di Desa Situgadung” di Jurnal Sosiologi Masyarakat (2014) mengatakan, Tionghoa Benteng, atau China Benteng, ialah bagian kecil dari Tionghoa peranakan yang menetap di Tangerang dan sekitarnya.

Sebagian dari mereka tergolong kelas ekonomi menengah ke bawah. Di era Orde Baru, mereka kesulitan mengurus dokumen negara. Warga keturunan Tionghoa di era itu harus memiliki surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI). Padahal, tak mudah mendapatkan SBKRI.

Meski syarat SBKRI telah dihapuskan bagi masyarakat keturunan Tionghoa, masih ada persepsi itu di kalangan mereka. Bahkan, ada oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan itu untuk mencari keuntungan.

Pemilik Benteng Heritage, Udaya Halim, menyajikan makanan khas Kota Tangerang kepada para pengunjung museum itu. Makanan khas, seperti asinan Tangerang, merupakan wujud akulturasi budaya China dan lokal.

 

Peneliti senior IKI, Paschasius Hosti Prasetyadji, mengatakan, meski syarat SBKRI telah dihapuskan bagi masyarakat keturunan Tionghoa, masih ada persepsi itu di kalangan mereka. Bahkan, ada oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan itu untuk mencari keuntungan.

”Dulu mungkin mereka juga tak terlalu paham tentang dokumen kependudukan sehingga, meski telah menikah secara adat, tidak mengurus untuk pernikahan secara agama dan catatan sipil,” kata Prasetyadji.

Menurut dia, IKI ingin memastikan hak-hak kewarganegaraan seseorang sebagaimana amanat UU Kewarganegaraan terjamin.

 

Wakil Presiden Ma’ruf Amin memberikan pidato kunci saat membuka Rapat kerja Nasional Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tahun 2020 yang bertema ”Banggakencana dalam Era Milenial untuk Indonesia Maju, Sejahtera, dan Berkeadilan”, Selasa (11/2/2020), di Jakarta.
 

Tags:

Kirim opini anda disini

Kami menerima tulisan berupa opini masyarakat luas tentang kewarganegaraan, administrasi kependudukan, dan diskriminasi

Klik Disini

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow us on

Jangan ragu untuk menghubungi kami
//
Eddy Setiawan
Peneliti Yayasan IKI
//
Prasetyadji
Peneliti Yayasan IKI
Ada yang bisa kami bantu?